Cimahi (ANTARA News) - Selama ini warga yang tinggal di daerah perbatasan negara kurang diperhatikan kesejahteraannya. hal itu karena pemerintah menganggap mereka tinggal "di belakang rumah" bukan gerbang rumah.

"Masyarakat yang tinggal perbatasan kualitasnya hidup sangat rendah sekali. Jangan anggap mereka tinggal di gudang sehingga tidak perlu diperhatikan. Pemerintah harus membuat mereka hidup nyaman dengan fasilitas yang tuntas," ujar Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani), Heriyono.

Menurut dia, apabila warga perbatasan tidak dianaktirikan pemerintah, bisa dipastikan mereka tidak akan mudah tergoyah iming-iming yang sering dilakukan Malaysia sehingga akhirnya berpindah kewarganegaraan. Solusi terbaik yang dilakukan pemerintah saat ini adalah perbaiki kesejahteraan.

"Karena rencana induk yang dimiliki pemerintah saat ini sangat sulit diaplikasikan dan tidak sedikit yang tidak sejalan dengan kondisi geografis masyarakat Indonesia," ujarnya.

Pemenuhan kesejahteraan yang dilakukan pemerintah, sambungnya, bisa berupa penyediaan lapangan pekerjaan dan perbaiki sejumlah infrastruktur penting sehingga bisa meningkatkan rasa kebanggan warga yang tinggal di daerah perbatasan. Selama ini, harus diakui bahwa nasionalisme warga perbatasan mudah goyah.

"Sebab, mereka pasti akan membandingkan dengan warga lainnya yang tinggal di Malaysia ternyata hidupnya sejahtera dan sangat diperhatikan oleh pemerintahnya. Tidak seperti warga Indonesia yang tidak diperhatikan dan dilayani dengan baik oleh pemerintahnya," ujarnya.

Seperti diberitakan, dari hasil kunjungan kerja, Komisi I DPR menemukan Malaysia telah mengambil wilayah Indonesia di Kalimantan Barat. Di Camar Bulan, tanah RI hilang 1.400 hektar dan di Tanjung Datu pantai RI hilang 80.000 meter persegi. (ANT)