Komisi II : kaji ulang batas negara
16 Oktober 2011 00:24 WIB
Seorang warga memegang patok tapal batas di Dusun Camar Bulan, Desa Temajok, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, Kalbar, Rabu (12/10). Patok semen tipe D bernomor A104 yang berada di Dusun Camar Bulan tersebut, merupakan tapal batas hasil MoU antara Indonesia dan Malaysia pada tahun 1978. (ANTARA/Muhlis Suhaeri)
Pontianak (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Abdul Hakam Naja mengatakan berdasarkan hasil penelusuran pihaknya terhadap patok batas negara di Dusun Camar Bulan, Kabupaten Sambas, ditemukan beberapa bukti baru yang menguatkan untuk dilakukan pengkajian ulang batas negara.
"Dari hasil kunjungan kita, Patok A104 atau yang dikenal dengan daerah Camar Bulan tidak terjadi pergeseran tapal batas negara, jika merujuk pada MoU tapal batas negara yang dibuat oleh tim tapal batas Bangsa Indonesia dan Malaysia pada tahun 1978 lalu," kata Wakil Ketua Komisi II, DPR RI, Abdul Hakam Naja, di Pontianak, Sabtu malam.
Meski demikian, berdasarkan informasi yang kita dapat dari salah satu anggota Wandra yang bertugas di sana, mereka menemukan adanya patahan tapal batas yang berada sekitar tiga kilometer dari titik patok yang sebenarnya.
"Jadi, patahan tersebut berpindah ke wilayah Malaysia sejauh kurang lebih tiga kilometer. Namun, itu adalah patahan patok, bukan patoknya yang bergeser, karena setelah kita ukur dengan lima alat ukur dan menggunakan GPS, ternyata koordinat asal patok tersebut tidak berubah, jika kita mengikuti acuan MoU batas negara tahun 1978," katanya.
Hanya saja, dia mempertanyakan kenapa perjanjian yang dibuat pada tahun 1978 tersebut tidak berpatokan dengan peta-peta lama, baik itu peta yang dibuat oleh Kerajaan Sambas maupun peta perjanjian yang dibuat oleh Inggris dan Belanda pada masa penjajahan.
"Untuk itu pada hari Senin nanti kita akan melakukan pertemuan dengan Kementrian Dalam Negeri, BPNPB, Kemenhan, serta beberapa pihak lainnya. Kita akan mencari tahu, kenapa pada tahun 1978 lalu, perbatasan Negara menggunakan titik-titik tersebut," tuturnya.
Dia menyatakan, jika dibandingkan dengan peta yang dikeluarkan dalam perjanjian yang dibuat oleh Kerajaan Inggris yang menjajah Malaysia dan Kerajaan Belanda yang menjajah Indonesia, dengan titik batas negara yang dibuat berdasarkan MoU tahun 1978, ada perbedaan luas wilayah sekitar 1499 hektar di Camar Bulan tersebut.
Naja menjelaskan, dalam penentuan tapal batas Negara biasanya menggunakan sistem Water Resist, di mana dengan menggunakan sistem tersebut, jika ada air yang jatuh di batas negara, maka air tersebut akan mengalir ke masing-masing negara. Untuk daerah Camar Bulan, Water Resist tersebut seharusnya berada di atas bukit.
Namun, berdasarkan peninjauan yang dilakukan pihaknya hari ini, ditemukan, Water Resist justru berada di punggung bukit. Dan hal itu juga akan didalami oleh Komisi II, pada hari Senin besok.
"Bagi kami, ini sangat menarik, dan itu akan kita dalami nantinya bersama Kementrian dan pihak terkait. Selain itu kita juga baru mengetahui, ternyata, saat melakukan MoU tentang batas negara tahun 1978 lalu, dari pihak Indonesia diwakilkan oleh Sekjen Pertanian, bukan Menlu, itu juga akan kita gali nantinya," kata dia.
Dia juga mengatakan, beradasarkan MoU antara Indonesia dan Malaysia tentang batas negara tahun 1978 lalu, dari pihak Indonesia masih menyisakan 10 permasalahan yang belum di sepakati, sementara dari pihak Malaysia juga masih menyisakan sembilan masalah. Sehingga MoU tersebut sifatnya belum final dan artinya batas Negara antara Indonesia dan Malaysia di Camar Bulan masih bisa dilakukan peninjauan," tuturnya, menegaskan. (ANT-171)
"Dari hasil kunjungan kita, Patok A104 atau yang dikenal dengan daerah Camar Bulan tidak terjadi pergeseran tapal batas negara, jika merujuk pada MoU tapal batas negara yang dibuat oleh tim tapal batas Bangsa Indonesia dan Malaysia pada tahun 1978 lalu," kata Wakil Ketua Komisi II, DPR RI, Abdul Hakam Naja, di Pontianak, Sabtu malam.
Meski demikian, berdasarkan informasi yang kita dapat dari salah satu anggota Wandra yang bertugas di sana, mereka menemukan adanya patahan tapal batas yang berada sekitar tiga kilometer dari titik patok yang sebenarnya.
"Jadi, patahan tersebut berpindah ke wilayah Malaysia sejauh kurang lebih tiga kilometer. Namun, itu adalah patahan patok, bukan patoknya yang bergeser, karena setelah kita ukur dengan lima alat ukur dan menggunakan GPS, ternyata koordinat asal patok tersebut tidak berubah, jika kita mengikuti acuan MoU batas negara tahun 1978," katanya.
Hanya saja, dia mempertanyakan kenapa perjanjian yang dibuat pada tahun 1978 tersebut tidak berpatokan dengan peta-peta lama, baik itu peta yang dibuat oleh Kerajaan Sambas maupun peta perjanjian yang dibuat oleh Inggris dan Belanda pada masa penjajahan.
"Untuk itu pada hari Senin nanti kita akan melakukan pertemuan dengan Kementrian Dalam Negeri, BPNPB, Kemenhan, serta beberapa pihak lainnya. Kita akan mencari tahu, kenapa pada tahun 1978 lalu, perbatasan Negara menggunakan titik-titik tersebut," tuturnya.
Dia menyatakan, jika dibandingkan dengan peta yang dikeluarkan dalam perjanjian yang dibuat oleh Kerajaan Inggris yang menjajah Malaysia dan Kerajaan Belanda yang menjajah Indonesia, dengan titik batas negara yang dibuat berdasarkan MoU tahun 1978, ada perbedaan luas wilayah sekitar 1499 hektar di Camar Bulan tersebut.
Naja menjelaskan, dalam penentuan tapal batas Negara biasanya menggunakan sistem Water Resist, di mana dengan menggunakan sistem tersebut, jika ada air yang jatuh di batas negara, maka air tersebut akan mengalir ke masing-masing negara. Untuk daerah Camar Bulan, Water Resist tersebut seharusnya berada di atas bukit.
Namun, berdasarkan peninjauan yang dilakukan pihaknya hari ini, ditemukan, Water Resist justru berada di punggung bukit. Dan hal itu juga akan didalami oleh Komisi II, pada hari Senin besok.
"Bagi kami, ini sangat menarik, dan itu akan kita dalami nantinya bersama Kementrian dan pihak terkait. Selain itu kita juga baru mengetahui, ternyata, saat melakukan MoU tentang batas negara tahun 1978 lalu, dari pihak Indonesia diwakilkan oleh Sekjen Pertanian, bukan Menlu, itu juga akan kita gali nantinya," kata dia.
Dia juga mengatakan, beradasarkan MoU antara Indonesia dan Malaysia tentang batas negara tahun 1978 lalu, dari pihak Indonesia masih menyisakan 10 permasalahan yang belum di sepakati, sementara dari pihak Malaysia juga masih menyisakan sembilan masalah. Sehingga MoU tersebut sifatnya belum final dan artinya batas Negara antara Indonesia dan Malaysia di Camar Bulan masih bisa dilakukan peninjauan," tuturnya, menegaskan. (ANT-171)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011
Tags: