Jakarta (ANTARA) - Para peneliti mengidentifikasi sebuah faktor penting yang memfasilitasi koeksistensi antara manusia dan macan tutul salju yang hidup di kawasan Sanjiangyuan (Sumber Tiga Sungai) di Dataran Tinggi Qinghai, Tibet, China barat laut.

Temuan berdasarkan penelitian terhadap predator besar di alam liar tersebut disajikan dalam sebuah artikel berjudul "Pemisahan spasial antara mangsa dan hewan ternak memfasilitasi koeksistensi karnivora besar tertentu dengan penggunaan lahan oleh manusia," yang diterbitkan dalam jurnal Animal Conservation pada akhir Maret.

Seperti dilansir Xinhua, Minggu, tim yang terdiri dari ilmuwan China dan internasional tersebut meneliti macan tutul salju untuk memahami cara karnivora besar dan mangsa utamanya, dalam hal ini bharal mirip domba, dapat eksis bersama aktivitas penggunaan lahan oleh manusia yang terjadi di sebagian besar wilayah jangkauan karnivora tersebut.

Penelitian itu memusatkan perhatian pada macan tutul salju di hulu tiga sungai, yakni Sungai Yangtze, Kuning, dan Lancang, di Provinsi Qinghai, China barat laut.

Dengan menggunakan kombinasi antara sensus hewan ternak, jebakan kamera dan survei satwa liar di berbagai gradien penggembalaan ternak di lanskap seluas 363.000 kilometer persegi (km2) di Dataran Tinggi Qinghai-Tibet, ilmuwan tidak menemukan bukti dampak penggembalaan ternak terhadap penggunaan habitat macan tutul salju, distribusi spasial dan densitas bharal, meskipun densitas ternak 13 kali lebih tinggi daripada densitas bharal, ungkap abstrak penelitian tersebut.

Kunci bagi koeksistensi antarspesies adalah keberadaan habitat-habitat "ceruk" dengan karakteristik yang berbeda-beda, yang memungkinkan predator berburu mangsa tanpa berdampak pada hewan ternak dan aktivitas manusia.

"Tebing dan sekitar bebatuan terjal merupakan habitat penting bagi macan tutul salju dan bharal, tetapi area-area dengan kondisi rumput untuk makanan ternak yang lebih rendah ini tidak disukai oleh hewan ternak, sehingga melindungi kesehatan kedua spesies tersebut," kata salah satu penulis dalam penelitian ini yang juga associate professordi Xi'an Jiaotong-Liverpool University Xiao Lingyun.

Perlindungan margasatwa di Sanjiangyuan semakin diprioritaskan selama beberapa tahun terakhir, dan Taman Nasional Sanjiangyuan diresmikan pada Oktober 2021. Pada ketinggian rata-rata lebih dari 4.700 meter, Taman Nasional Sanjiangyuan menjadi taman nasional tertinggi di dunia dengan cakupan total area 190.700 kilometer persegi.