KPK perpanjang masa penahanan Rahmat Effendi dan kawan-kawan
1 April 2022 21:23 WIB
Arsif foto - Tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/3/2022). Rahmat Effendi menjalani pemeriksaan lanjutan atas kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi serta kasus suap proyek pengadaan lahan di Kota Bekasi. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nym.
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan selama 30 hari ke depan terhadap lima tersangka kasus dugaan suap dalam pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di Pemkot Bekasi, Jawa Barat.
Lima tersangka, yakni Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
"Untuk kebutuhan pengumpulan alat bukti sekaligus melengkapi berkas perkara, tim penyidik memperpanjang masa penahanan tersangka RE dan kawan-kawan masing-masing untuk 30 hari ke depan berdasarkan penetapan penahanan kedua dari Pengadilan Tipikor pada PN Bandung dimulai 6 April 2022-5 Mei 2022," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat,
Rahmat Effendi dan Wahyudin saat ini masih ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Sementara tiga tersangka lainnya, yakni M Bunyamin, Mulyadi dan Jumhana Lutfi di Rutan KPK pada Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta.
Baca juga: KPK periksa tiga anak Rahmat Effendi soal pengelolaan aset
Baca juga: KPK dalami aliran uang pembelian aset Rahmat Effendi
Kelimanya merupakan penerima suap kasus tersebut. Sementara pemberi suap, yaitu Direktur PT ME Ali Amril (AA), Lai Bui Min (LBM) dari pihak swasta, Direktur PT KBR Suryadi (SY), dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp21,8 miliar, lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar. Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi, dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan-nya akan digunakan untuk proyek itu. Rahmat Effendi juga diduga meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi kemudian diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan-nya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Baca juga: KPK selidiki aliran uang tanah polder untuk Rahmat Effendi
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.
Lima tersangka, yakni Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bekasi M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
"Untuk kebutuhan pengumpulan alat bukti sekaligus melengkapi berkas perkara, tim penyidik memperpanjang masa penahanan tersangka RE dan kawan-kawan masing-masing untuk 30 hari ke depan berdasarkan penetapan penahanan kedua dari Pengadilan Tipikor pada PN Bandung dimulai 6 April 2022-5 Mei 2022," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Jumat,
Rahmat Effendi dan Wahyudin saat ini masih ditahan di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Sementara tiga tersangka lainnya, yakni M Bunyamin, Mulyadi dan Jumhana Lutfi di Rutan KPK pada Kavling C1 berlokasi di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) KPK, Jakarta.
Baca juga: KPK periksa tiga anak Rahmat Effendi soal pengelolaan aset
Baca juga: KPK dalami aliran uang pembelian aset Rahmat Effendi
Kelimanya merupakan penerima suap kasus tersebut. Sementara pemberi suap, yaitu Direktur PT ME Ali Amril (AA), Lai Bui Min (LBM) dari pihak swasta, Direktur PT KBR Suryadi (SY), dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat, senilai Rp21,8 miliar, lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar. Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi, dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahan-nya akan digunakan untuk proyek itu. Rahmat Effendi juga diduga meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi kemudian diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahan-nya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid. Uang tersebut diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Baca juga: KPK selidiki aliran uang tanah polder untuk Rahmat Effendi
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2022
Tags: