Jakarta (ANTARA) - Belum hadirnya regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif, yang terpisah dari rokok konvensional, dinilai akan menciptakan ruang penyalahgunaan terhadap produk inovasi tersebut.

Direktur Eksekutif Centre of Youth and Population (CYPR) Dedek Prayudi atau yang akrab disapa Uki, menjelaskan keberadaan regulasi khusus bagi produk tembakau alternatif akan memberikan manfaat yang maksimal dalam menurunkan angka perokok maupun beban pemerintah dalam masalah kesehatan.

Dengan adanya regulasi tersebut, produk tembakau alternatif seperti produk seperti produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, maupun kantung nikotin, juga tidak dapat digunakan oleh anak-anak yang masih di bawah usia 18 tahun maupun non-perokok.

Baca juga: Pengamat: Regulasi berbasis sains efektif atasi masalah industri rokok

Uki meneruskan produk tersebut hanya dikhususkan bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari merokok secara bertahap.

“Regulasi yang spesifik itu sebenarnya untuk bagaimana caranya supaya produk tembakau alternatif ini tidak menjadi produk yang liar. Jangan sampai produk tembakau alternatif ini malah menjadi beban tambahan untuk kita. Sejauh ini, regulasi yang diatur masih sebatas dari aspek ekonomi,” kata Uki dalam siaran persnya, Jumat.

Oleh karena itu, regulasi khusus yang terpisah dari rokok sangat dibutuhkan. Menurut Uki, dalam regulasi khusus nantinya mengatur berbagai ketentuan, seperti pengguna usia di bawah 18 tahun dan non-perokok dilarang menggunakan produk tembakau ini.

Lalu, ketentuan mengenai tata cara pemasaran, pengawasan, dan kemudahan akses informasi bagi publik, terutama perokok dewasa, juga perlu diatur. Dengan begitu, anak-anak maupun non-perokok tidak dapat mengakses produk ini. Hanya perokok dewasa dan pengguna nikotin dewasa yang berhak menggunakannya.

Uki pun optimistis hadirnya regulasi dapat menekan prevalensi merokok di Indonesia yang masih tinggi. Keberadaan regulasi akan meyakinkan perokok dewasa untuk beralih ke produk tembakau alternatif. Apalagi, produk tembakau alternatif telah terbukti memiliki risiko yang lebih rendah daripada rokok berdasarkan sejumlah hasil riset yang dilakukan di dalam dan luar negeri.

“Selama ini kita berdebat tentang prevalensi merokok yang terus meningkat. Ada inovasi baru yang seharusnya bisa menjadi instrumen dan menjadi jalan yang moderat untuk menekan prevalensi perokok, yaitu produk tembakau alternatif,” ujarnya.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, juga memiliki pandangan serupa. Menurut dia, tanpa adanya regulasi, produk tembakau alternatif bisa dikonsumsi siapa saja.

“Pemerintah belum memprioritaskan hal ini untuk diregulasi agar sesuai dengan sasarannya. Pemerintah sekarang baru sebatas mengatur regulasi pada hal ekonominya seperti cukai,” kata Trubus saat dihubungi terpisah.

Saat ini, Trubus melanjutkan, pemerintah juga terkesan tidak peduli dengan isu kesehatan. Pemerintah lebih memproritaskan pendapatan negara di tengah pandemi ini guna membiayai infrastruktur.

“Sampai saat ini, saya masih belum melihat niat dari pemerintah untuk merumuskan kebijakan tentang produk tembakau alternatif. Ini kan negara hukum, seharusnya ada regulasinya,” tegas dia.

Baca juga: Peneliti: Tembakau alternatif perlu regulasi berbasis profil risiko

Baca juga: BPKN dukung regulasi produk tembakau alternatif demi lindungi konsumen

Baca juga: Regulasi tembakau alternatif dinilai bantu tekan prevalensi perokok