Jakarta (ANTARA) - PT Saka Energi Indonesia (SAKA) yang merupakan anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) telah memutuskan untuk mempercepat pelunasan utang senilai 220 juta dolar AS.

Kepala Riset Praus Capital Marolop Alfred Nainggolan menilai pengurangan utang Grup PGN akan menciptakan efisiensi dan mendorong fundamental bisnis perseroan menjadi lebih kuat.

"Pelunasan sebagian utang SAKA akan sangat positif bagi PGN, mengingat beban bunga yang harus dibayarkan juga cukup besar. Langkah ini paling tepat saat likuiditas perusahaan (cash ratio) saat ini sangat tinggi, ditambah harga minyak sedang tinggi, sehingga potensi peningkatan likuiditas kas ke depan cukup besar," ujarnya di Jakarta, Kamis.

SAKA merupakan anak usaha PGN yang bergerak dalam bidang eksplorasi serta eksploitasi minyak dan gas bumi (migas). Sejalan dengan membaiknya harga minyak dunia, kontribusi anak perusahaan ini terhadap pendapatan PGN juga terus meningkat.

Sebagai contoh, sesuai laporan keuangan PGN tahun 2021, pendapatan PGN dari hasil penjualan minyak dan gas bumi mencapai 331,30 juta dolar AS. Nilai tersebut naik sekitar 60,64 persen dibandingkan capaian tahun 2020 sebesar 203,70 juta dolar AS.

"Sebagai subholding gas, PGN diuntungkan dengan naiknya harga minyak dunia dari kinerja SAKA. Kemampuan SAKA memanfaatkan momentum positif ini dengan melakukan pelunasan utang obligasi juga akan mendorong efisiensi di PGN, terutama dari penurunan beban biaya bunga," kata Marolop.


Baca juga: PGN catat kinerja positif, raih laba bersih 303,8 juta dolar di 2021

Untuk mengurangi beban utang, SAKA menawarkan pembelian kembali atau buyback surat utang senior dengan yang diterbitkan pada tahun 2017 senilai 625 juta dolar AS. Surat utang dengan jangka waktu tujuh tahun itu dicatatkan di Bursa Efek Singapura dengan bunga sebesar 4,45 persen per tahun.

Dari penawaran buyback, pada 25 Maret 2022 lalu, SAKA akhirnya menetapkan pelunasan atas sebagian surat utangnya senilai 220 juta dolar AS tersebut.

Dalam surat penjelasannya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti dikutip dari laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Corporate Secretary PGN Rachmat Hutama menyampaikan bahwa pasca buyback tersebut, nilai surat utang yang masih beredar sebesar 405 juta dolar AS. Surat utang ini baru akan jatuh tempo pada Mei 2024.

PGN telah mengkomunikasikan pembelian kembali surat utang telah dikomunikasikan dengan Lembaga Jasa Pemeringkat dan tidak dikategorikan sebagai distressed debt exchange (DDE). Penggunaan kas internal tidak berdampak terhadap likuiditas perusahaan.

Marolop memandang di tengah gejolak perang Rusia-Ukraina dan pandemi COVID-19 yang mulai melandai membuat harga energi diperkirakan akan tetap tinggi pada tahun ini.

Baca juga: Analis: Menang sengketa pajak berdampak positif pada saham PGN

Kondisi tersebut akan memberikan peluang kepada PGN, termasuk SAKA untuk mengoptimalkan kinerjanya. Apalagi di tahun 2021, volume distribusi gas dari PGN juga menunjukkan peningkatan yang positif.

Volume distribusi gas periode 2021 meningkat menjadi sebesar 871 british thermal unit per day (BBTUD) dari periode 2020 sebesar 828 BBTUD.

Sementara volume transmisi PGN tercatat mengalirkan gas sebanyak 1.352 million standard cubic feet per day (MMSCFD). Adapun volume lifting minyak gas adalah 24.086 barrel oil equivalent per day (BOEPD) dengan harga rata-rata Indonesian crude price (ICP) sebesar 68,8 dolar AS per barel.

Dengan berbagai upaya yang dilakukan manajemen, sepanjang tahun 2021 PGN tercatat meraih laba bersih sebesar 303,82 juta dolar AS. Pencapaian itu jauh lebih baik dibandingkan tahun 2020 yang masih membukukan kerugian bersih hingga 264,77 juta dolar AS.

PGN juga mencatatkan kenaikan kas dan setara kas menjadi 1,5 miliar dolar AS di tahun 2021 dari posisi tahun 2020 sebesar 1,18 miliar dolar AS.

Lebih jauh Marolop menjelaskan bahwa percepatan pembayaran utang akan menurunkan rasio utang PGN, sehingga neraca perseroan semakin kuat.

Selain itu, penurunan utang dalam valuta asing, khususnya dolar AS juga akan mengurangi resiko perusahaan. Termasuk resiko terhadap fluktuasi dolar AS terhadap beban keuangan mengingat potensi pengetatan likuiditas oleh The FED ke depan sangat besar.

“Perkembangan bisnis PGN menunjukkan tren yang sangat positif. Kemampuan manajemen mengelola dan memanfaatkan aset-aset perusahaan di tengah tren kenaikan harga dan kebutuhan energi domestik yang naik menjadikan PGN berhasil meraih kinerja yang optimal," jelas Marolop.

"Apalagi strategi efisiensi, termasuk penurunan utang yang dijalani perusahaan juga mulai terlihat hasil positifnya tahun 2021 lalu,” tambahnya.


Baca juga: Komisi VII minta kinerja Pertamina-PGN tidak lesu seperti minyak
Baca juga: SAKA Energi mulai pengeboran dua sumur eksplorasi