Jakarta (ANTARA News) - Rumah di atas lahan seluas 700 meter persegi di kawasan Tomang, Jakarta Barat itu tampak lengang. Halaman depan setengahnya ditanami berbagai tanaman. Ada satu papan ukuran 50cm persegi terpampang bertuliskan "Bardiju; making paper and paper craft".

Pemilik rumah muncul dan menyapa. Ambardi Nasution, si empunya rumah menyilakan tamunya ke halaman belakang. Ternyata di sana "dapur" usaha kertas daur ulang itu.

Beberapa ember bubur kertas berwarna-warni mengisi teras belakang rumah. Tumpukan batang dan daun pisang yang sudah dicincang juga memenuhi beberapa drum bekas di pojok ruangan.

Apa arti kata Bardiju? "Ambardi Juli," kata Ambardi. Juli adalah bulan kelahirannya. Di bulan Juli tahun 2006 juga dia memulai usaha daur ulang tersebut.

Ide usaha itu berawal dari keprihatinannya ata kertas yang terbuang percuma dan kayu-kayu yang habis diekploitasi untuk pembuatan kertas.

"Rasanya sayang melihat kertas-kertas koran dan kertas HVS yang terbuang sia-sia. Kertas itu dapat dijadikan banyak benda, saya bisa menumpahkan kreatifitas saya pada kertas. Hobi ini merupakan penunjang bisnis saya," ucap pria kelahiran Jakarta 1973 itu.

Ambardi kemudian mendaur ulang kertas-kertas sisa dan dijadikan kertas baru yang tentu saja lebih menarik dan berharga jual cukup tinggi.

Daya tarik kertas daur ulang terdapat pada tekstur unik dan penuh nilai seni sehingga lebih mahal dari kertas biasa.

pelatihan
Pria dari Universitas Islam Indonesia Yogyakarta tersebut memulai dengan belajar otodidak untuk proses pendauran kertas. Dia menambah pengetahuan dari membaca berbagai referensi serta mengikuti pelatihan daur ulang kertas.

Ambardi memilih pohon pisang sebagai salah satu bahan baku kertas daur ulang. Alasannya, pohon pisang mudah ditemukan dan harganya terjangkau.

"Saya fokus pada batang dan daun pisang, karena unik dan lebih berserat, jadi lebih elastis. Oleh sebab itu saya menanam banyak pohon pisang di kebun belakang," ujarnya kepada Antaranews.com.

Bermodal tabungan pribadi dia memulai usaha itu dengan merekrut lima tenaga tetap dan beberapa tenaga harian.

Awalnya, ia membuka toko kertas daur ulang di area perbelanjaan di kawasan Roxy Jakarta Barat bahkan sempat ke beberapa mall.

Seiring berjalannya waktu, Ambardi memilih untuk menjalankan bisnisnya di rumah dan mengandalkan internet.

“Mengikuti pameran itu sebenarnya capek, karena kita harus membuat stand, mencari orang untuk menjaga stand dan lain-lain. Sementara itu, pesanan produk Bardiju juga terus membanjir, jadi saya harus pintar-pintar memilih prioritas,” ujar Ambardi.

Internet juga yang mendatangkan pesanan dari berbagai tempat termasuk luar negeri.

“Beberapa permintaan baik produk dan kerja sama sudah datang dari Kanada, Amerika dan Malaysia, tinggal ditindak lanjuti.Sementara itu, dari Jepang sudah terjadi kerja sama sejak tiga tahun lalu,” ujar Ambardi.

Dia mengaku tidak memiliki kendala berarti pada saat ini dalam mengembangkan usahanya. Bardiju yang memproduksi kertas daur ulang, kantong kertas, amplop, pigura foto, kotak penyimpanan bahkan surat undangan ini, juga menerima pelatihan atau kursus singkatbagi masyarakat bahkan anak sekolah.

“Saya ingin mendidik masyarakat Indonesia agar bisa meningkatkan pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan, diharapkan dapat menjadi agen-agen aktif upaya pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan, salah satunya dengan pembuatan produk daur ulang ini,” ujar Ambardi.

“Teknik daur ulang kertas seringkali saya unggah di laman Bardiju, supaya dapat dipelajari masyarakat dengan mudah,” ujar Ambardi. Saat ini dia memiliki rencana untuk membuat kertas dari daun sirsak serta ekspor ke seluruh ASEAN.
(SDP-02)