Kemenperin inisiasi hidrogen jadi sumber energi industri
30 Maret 2022 19:38 WIB
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Taufiek Bawazier. (ANTARA/ HO Biro Humas Kementerian Perindustrian)
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi hidrogen jadi sumber energi sektor industri, lewat seminar bertema “Seminar Hidrogen untuk Industri: Tantangan dan Peluang dalam Mendukung Kemandirian Industri”
“Kegiatan tersebut kami harapkan dapat menghasilkan kebijakan yang mendukung pemanfaatan hidrogen sebagai energi baru dan pengembangan industri berbasis clean energy, tersusunnya regulasi dan roadmap aplikasi hidrogen untuk industri,” kata Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier di Jakarta, Rabu.
Taufik menyampaikan energi merupakan jantung dari daya saing industri nasional. Sebab, industri merupakan sektor lahap energi di Indonesia, baik berupa listrik, gas, batu bara hingga minyak mentah.
Teufiek mengemukakan pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim (COP26) Presiden Joko Widodo berkomitmen dalam penanganan perubahan iklim dengan target penurunan emisi (Net Zero Emissions) di Indonesia, di antaranya dengan mendukung pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan pengembangan industri berbasis energi bersih.
“Hal ini karena ada potensi kekurangan suplai energi di masa depan sehingga akan memengaruhi ketersediaan energi sebagai bahan baku atau bahan penolong di sektor industri,” ungkapnya.
Apalagi ketersediaan energi domestik pada tahun 2030 diperkirakan hanya mampu memenuhi 75 persen permintaan energi nasional, dan akan terus menurun hingga sekitar 28 persen pada 2045.
Baca juga: Indonesia buka peluang kerja sama teknologi energi bersih
Karena itu diperlukan upaya untuk pemenuhan sumber energi baru yang memadai dan andal yang memiliki efek berantai dalam mendukung daya saing industri, menarik minat investasi, dan tumbuhnya industri dalam negeri.
“Salah satu EBT yang akan berkembang pesat adalah hidrogen,” ujarnya.
Menurut Taufiek, hidrogen adalah masa depan energi bagi industri dan akan menjadi game changer dari energi dunia yang akan menggantikan energi fosil dan batu bara.
Hal ini karena hidrogen merupakan pembawa energi yang dapat digunakan untuk menyimpan, memindahkan, dan menyalurkan energi yang dihasilkan dari sumber lain.
“Selain itu pertimbangan pengembangan hidrogen adalah rendahnya biaya produksi di masa depan,” jelasnya.
Sebagai perbandingan, biaya produksi green hydrogen mencapai 2,5 - 4,5 dolar AS per kg pada tahun 2019 dan diproyeksi menjadi 1 - 2,5 dolar AS per kg pada tahun 2030.
“Ini akan turun hingga tiga kali lipat pada tahun 2050,” imbuhnya.
Dengan demikian Taufiek menilai hidrogen sebagai bahan bakar akan semakin ekonomis dan populer pada masa mendatang.
Karena itu Kemenperin siap menginisiasi pemanfaatan hidrogen sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan pada sektor industri pembangkit listrik, industri logam, industri makanan, dan bahkan industri semikonduktor.
Baca juga: RI bawa enam misi pada Forum TIIWG G20, industri salah satu isu utama
“Selain itu hidrogen dapat dimanfaatkan dalam cell baterai untuk aplikasi kendaraan bermotor, truk, kapal, kereta api bahkan pesawat udara. Peluang ini harus kita sikapi dengan menyiapkan kemampuan baik dari sisi teknologi maupun dari sumber daya manusia. Artinya, pemanfaatan hidrogen akan meningkatkan daya saing bagi nilai tambah industri,” paparnya.
Taufiek menambahkan saat ini setidaknya terdapat tiga tantangan besar dalam transisi energi. Pertama, terkait dengan akses energi bersih, kedua terkait dengan masalah pendanaan, dan ketiga dukungan riset dan teknologi untuk menghasilkan teknologi baru yang lebih efisien dan lebih kompetitif.
“Kami telah mengeluarkan peta jalan Industri Otomotif Nasional yang menetapkan 20 persen penggunaan kendaraan berbasis baterai listrik di tahun 2025 yang diikuti dengan upaya efisiensi pada industri otomotif untuk jenis teknologi Internal Combustion Engine (ICE), Hybrid, dan Plug-in Hybrid,” terang Taufiek.
Teknologi fuel cell berbasis hidrogen juga telah terdapat dalam peta jalan industri otomotif nasional tersebut, dengan semangat untuk menuju produksi industri kendaraan ramah lingkungan.
Baca juga: Investasi pengembangan baterai langkah strategis menuju industri EV
Baca juga: Kementerian ESDM jadikan hidrogen sebagai kontributor transisi energi
“Kegiatan tersebut kami harapkan dapat menghasilkan kebijakan yang mendukung pemanfaatan hidrogen sebagai energi baru dan pengembangan industri berbasis clean energy, tersusunnya regulasi dan roadmap aplikasi hidrogen untuk industri,” kata Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Taufiek Bawazier di Jakarta, Rabu.
Taufik menyampaikan energi merupakan jantung dari daya saing industri nasional. Sebab, industri merupakan sektor lahap energi di Indonesia, baik berupa listrik, gas, batu bara hingga minyak mentah.
Teufiek mengemukakan pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim (COP26) Presiden Joko Widodo berkomitmen dalam penanganan perubahan iklim dengan target penurunan emisi (Net Zero Emissions) di Indonesia, di antaranya dengan mendukung pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT) dan pengembangan industri berbasis energi bersih.
“Hal ini karena ada potensi kekurangan suplai energi di masa depan sehingga akan memengaruhi ketersediaan energi sebagai bahan baku atau bahan penolong di sektor industri,” ungkapnya.
Apalagi ketersediaan energi domestik pada tahun 2030 diperkirakan hanya mampu memenuhi 75 persen permintaan energi nasional, dan akan terus menurun hingga sekitar 28 persen pada 2045.
Baca juga: Indonesia buka peluang kerja sama teknologi energi bersih
Karena itu diperlukan upaya untuk pemenuhan sumber energi baru yang memadai dan andal yang memiliki efek berantai dalam mendukung daya saing industri, menarik minat investasi, dan tumbuhnya industri dalam negeri.
“Salah satu EBT yang akan berkembang pesat adalah hidrogen,” ujarnya.
Menurut Taufiek, hidrogen adalah masa depan energi bagi industri dan akan menjadi game changer dari energi dunia yang akan menggantikan energi fosil dan batu bara.
Hal ini karena hidrogen merupakan pembawa energi yang dapat digunakan untuk menyimpan, memindahkan, dan menyalurkan energi yang dihasilkan dari sumber lain.
“Selain itu pertimbangan pengembangan hidrogen adalah rendahnya biaya produksi di masa depan,” jelasnya.
Sebagai perbandingan, biaya produksi green hydrogen mencapai 2,5 - 4,5 dolar AS per kg pada tahun 2019 dan diproyeksi menjadi 1 - 2,5 dolar AS per kg pada tahun 2030.
“Ini akan turun hingga tiga kali lipat pada tahun 2050,” imbuhnya.
Dengan demikian Taufiek menilai hidrogen sebagai bahan bakar akan semakin ekonomis dan populer pada masa mendatang.
Karena itu Kemenperin siap menginisiasi pemanfaatan hidrogen sebagai sumber energi yang dapat dimanfaatkan pada sektor industri pembangkit listrik, industri logam, industri makanan, dan bahkan industri semikonduktor.
Baca juga: RI bawa enam misi pada Forum TIIWG G20, industri salah satu isu utama
“Selain itu hidrogen dapat dimanfaatkan dalam cell baterai untuk aplikasi kendaraan bermotor, truk, kapal, kereta api bahkan pesawat udara. Peluang ini harus kita sikapi dengan menyiapkan kemampuan baik dari sisi teknologi maupun dari sumber daya manusia. Artinya, pemanfaatan hidrogen akan meningkatkan daya saing bagi nilai tambah industri,” paparnya.
Taufiek menambahkan saat ini setidaknya terdapat tiga tantangan besar dalam transisi energi. Pertama, terkait dengan akses energi bersih, kedua terkait dengan masalah pendanaan, dan ketiga dukungan riset dan teknologi untuk menghasilkan teknologi baru yang lebih efisien dan lebih kompetitif.
“Kami telah mengeluarkan peta jalan Industri Otomotif Nasional yang menetapkan 20 persen penggunaan kendaraan berbasis baterai listrik di tahun 2025 yang diikuti dengan upaya efisiensi pada industri otomotif untuk jenis teknologi Internal Combustion Engine (ICE), Hybrid, dan Plug-in Hybrid,” terang Taufiek.
Teknologi fuel cell berbasis hidrogen juga telah terdapat dalam peta jalan industri otomotif nasional tersebut, dengan semangat untuk menuju produksi industri kendaraan ramah lingkungan.
Baca juga: Investasi pengembangan baterai langkah strategis menuju industri EV
Baca juga: Kementerian ESDM jadikan hidrogen sebagai kontributor transisi energi
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: