Jakarta (ANTARA) - Swedia mengizinkan penggunaan obat profilaksis baru dari AstraZeneca untuk mencegah COVID-19, seperti Badan Produk Medis Swedia sampaikan kepada Xinhua pada Selasa (29/3).

Baru-baru ini, Evusheld telah mengantongi izin untuk dijadikan resep bagi para individu yang memiliki kondisi medis bawaan dan belum mengembangkan perlindungan diri yang memuaskan terhadap COVID-19 kendati telah divaksinasi.

Obat itu akan tersedia bagi para pasien kanker yang menjalani pengobatan sitotoksik, pasien cuci darah, pasien yang menjalani pengobatan imunosupresif setelah transplantasi organ, serta pengidap penyakit seperti sklerosis ganda (multiple sclerosis) dan peradangan sendi.
Seorang pria yang mengenakan masker melintasi jalan di tengah pandemi COVID-19 di Stockholm, ibu kota Swedia, pada 3 November 2020. (Xinhua/Wei Xuechao)


"Kendati vaksin telah tersedia, ribuan orang di Swedia belum dapat kembali ke kehidupan sehari-hari yang lebih normal dan tidak dapat bertemu dengan kerabat atau berpartisipasi dalam acara-acara sosial," ujar Country President AstraZeneca untuk Negara Nordik dan Swedia Anna-Lena Engwall dalam sebuah siaran pers baru-baru ini.

Menurut perusahaan itu, di Uni Eropa saja sebanyak tiga juta warga yang menderita gangguan sistem kekebalan dapat memperoleh manfaat dari obat tersebut.

Evusheld, yang diberikan lewat dua suntikan intramuskular, menggabungkan dua antibodi yang mengikat protein lonjakan (spike protein) virus, sehingga mencegah protein itu masuk ke dalam sel dan berkembang biak.
Seorang pria yang mengenakan masker melintasi jalan di tengah pandemi COVID-19 di Stockholm, ibu kota Swedia, pada 3 November 2020. (Xinhua/Wei Xuechao)


Pengujian Fase III telah menunjukkan pengurangan sebesar 77 persen dalam hal risiko berkembangnya gejala COVID-19, dengan perlindungan yang bertahan setidaknya selama enam bulan.

Perusahaan tersebut menuturkan bahwa obat itu juga efektif melawan subvarian Omicron BA.2 yang sangat menular, yang telah menjadi galur (strain) dominan di banyak negara Eropa.

Hal itu juga terjadi di Swedia, ketika Badan Produk Medis Swedia pada pekan lalu menyampaikan bahwa 93 persen sampel yang menjalani tes pengurutan (sequenced sample) memiliki kaitan dengan subvarian tersebut. Sejauh ini, Swedia telah mengonfirmasi sekitar 2,48 juta kasus COVID-19.