"Hal ini dapat berupa disrupsi energi, sosial dan ekonomi, hingga disinformasi," kata Fadjar pada acara Seminar Internasional Air Power "Pembangunan Kekuatan Udara Nasional untuk Menghadapi Ancaman pada Era Perang Generasi Kelima" di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, peperangan tak kasat mata tersebut akan menggunakan serangan siber atau cyber attack dengan memanfaatkan teknologi terbaru, seperti AI (Artificial Inteligence), dan autonomous system.
Secara lebih dalam, lanjutnya, persiapan menghadapi perang generasi kelima itu akan melibatkan elemen-elemen, seperti network centric thinking, combat cloud construct, multidomain battle, serta fusion world warfare.
"Hal itu akan menjadi kapabilitas atau atribut baru dalam kompetisi keunggulan militer," tukasnya.
Baca juga: Kasau: TNI AU siap hadapi situasi disruptif global
Oleh karena itu, dia meminta seluruh jajaran TNI AU dapat menyikapi tantangan masa depan tersebut dengan membangun kekuatan udara yang mampu mendayagunakan integrasi data dan konektivitas.
Mantan Pangkogabwilhan II itu menekankan bahwa dibutuhkan lebih dari sekadar akuisisi platform generasi terbaru untuk mewujudkan kekuatan udara nasional yang mampu menghadapi tantangan peperangan generasi kelima.
Sehingga, TNI AU harus benar- benar melaksanakan transformasi dengan melakukan investasi jangka panjang pada sektor teknologi dan intelektualitas sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki.
"Kekuatan udara nasional merupakan cerminan dari pertahanan negara dan keutuhan bangsa Indonesia," ujar penerbang pesawat tempur A-4 Skyhawk dengan callsign "Bobcat" itu.
Baca juga: Kasau: AU harus transformasi teknologi hadapi perang generasi kelima
Baca juga: Australia siap gelar "Rajawali Ausindo" dengan TNI AU