Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian Eko SA Cahyanto menyampaikan bahwa Indonesia mengharapkan kerja sama transformasi digital jadi kebijakan multilateral.

“Kerja sama dalam hal transformasi digital antarnegara diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan multilateral yang mendukung upaya kolektif dalam semangat kolaborasi di dalam G20,” ujar Eko lewat keterangannya diterima di Jakarta, Rabu

Eko menyampaikan hal itu pada gala dinner ramah tamah dengan delegasi G20 dan organisasi-organisasi internasional dalam rangkaian Pertemuan Pertama Trade, Investment, and Industry Working Group (TIIWG) G20 di de Tjolomadoe, Karanganyar.

Dalam kondisi dunia masih penuh ketidakpastian akibat pandemi, negara-negara meninjau kembali kebijakannya, membuat landasan baru yang bisa beradaptasi dengan disrupsi, dan meningkatkan ketahanan ekonominya. Sehingga dapat dilihat terjadinya reformasi global.

Kerja sama dalam transformasi digital akan mampu memfasilitasi difusi teknologi dan pengetahuan antarnegara.

Dirjen KPAII Kemenperin menyampaikan, saat ini dibutuhkan kebijakan industri yang bisa bersinergi dengan kebijakan perdagangan serta investasi untuk memaksimalkan peran industri, tidak hanya sebagai penggerak utama ekonomi, tapi juga bagi inovasi.

“Sektor industi berpotensi menciptakan perubahan struktural dengan mengadopsi dan menggunakan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas dalam Global Value Chains (GVCs),” kata Eko.

Pemerintah melihat ekonomi global dapat berangsur pulih dengan formulasi kebijakan yang dijalankan dengan baik dan terukur.

Karenanya, pertemuan pertama TIIWG G20 di Solo merupakan capaian yang penting untuk memperkuat pijakan melalui diskusi G20 bagi bidang perdagangan, investasi, dan sektor industri dalam pemulihan ekonomi global yang kuat, inklusif, dan berkelanjutan.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono selaku Chair of TIIWG menyampaikan terima kasih atas kehadiran delegasi dalam pertemuan pertama TIIWG di Solo.

“Kami berharap, working group ini dapat menghasilkan outcome yang produktif dan kredibel, serta hasil yang bermanfaat,” ujar Djatmiko.

Selanjutnya, perjalanan TIIWG dalam presidensi Indonesia di G20 masih berlanjut hingga pertemuan tingkat menteri pada bulan September yang akan datang di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur.

Diketahui, Surakarta menyambut delegasi G20 dan para naratetama (VVIP) yang mengikuti pertemuan pertama TIIWG pada 29-31 Maret 2022. Sebanyak 41 delegasi dari negara-negara anggota G20 serta organisasi-organisasi internasional dijadwalkan mengikuti rangkaian kegiatan tersebut.

Para delegasi akan bersidang membahas isu-isu prioritas TIIWG G20 serta mengikuti sejumlah agenda budaya yang telah dipersiapkan oleh Kementerian Perindustrian sebagai penyelenggara, didukung oleh Pemerintah Kota Solo serta Pemerintah Kabupaten Karanganyar.

Pada hari pertama, para tamu dibawa mengunjungi de Tjolomadoe, monumen bersejarah yang merupakan bekas pabrik gula di tahun 1930-an.

“Kunjungan ke bekas salah satu pabrik gula terbesar ini diharapkan dapat menguatkan semangat berinovasi untuk bangkit dan pulih bersama, menjalani babak baru yang penuh harapan,” papar Eko.

Sebelumnya, peserta mengunjungi Sustainable Furniture Exhibition yang ditampilkan di lokasi pertemuan, Hotel Alila Solo.

“Kami menampilkan industri furnitur kepada para delegasi sebagai salah satu contoh komitmen dalam menjaga industri agar berkelanjutan. Apabila sustainability aspect dalam industri tidak diterapkan, banyak industri yang tidak dapat bertahan,” kata Eko menegaskan.

Pertemuan pertama TIIWG G20 menorehkan sejarah baru karena untuk pertama kalinya isu industri secara resmi didiskusikan sebagai salah satu isu utama di G20, bersama isu perdagangan dan investasi.

Dalam pertemuan tersebut, akan dibahas tiga dari enam isu utama dalam TIIWG, yakni Peran Sistem Perdagangan Multilateral untuk akselerasi pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), perdagangan digital dan rantai nilai global berkelanjutan (Sustainable Global Value Chain/GVCs) yang berkelanjutan, serta industrialisasi inklusif yang berkelanjutan melalui Industri 4.0.

Baca juga: Menkeu: Kerja sama multilateral penting pulihkan ekonomi

Baca juga: Memperkuat transformasi digital dengan DEWG