Gianyar, Bali (ANTARA News) - Ada otokritik dari putera Bali kepada masyarakat dan elit masyarakat Bali. Adalah Anak Agung Gede Agung, yang mengingatkan puri-puri di Bali jangan berpolitik praktis. Dia adalah putera mantan gubernur Bali pertama, almarhum Anak Agung Bagus Sutedja.
"Puri itu sebagai pengayom masyarakat, jangan berpolitik praktis," kata Penglingsir (pemimpin/tokoh) Puri Jembrana, Anak Agung Gde Agung, ketika ditemui saat pertemuan (paruman) raja-raja se-Bali, di Puri Peliatan, Ubud, Kabupaten Gianyar, Minggu.
Provinsi Bali berdiri pada 1958 bersamaan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sesudah Indonesia merdeka hingga sebelum 1958, kawasan Bali dan Nusa Tenggara (Sunda Kecil) tergabung dalam Indonesia Timur dengan Singaraja sebagai ibukotanya.
Saat-saat itu, ada batas tegas antara peran pemerintahan formal, Puri sebagai simbol pemerintahan tradisional, dan kalangan agamawan. Berlainan dengan di Pulau Jawa, Bali tidak memiliki raja atau ratu yang didaulat memimpin seluruh Pulau Bali, karena kepemimpinan itu ada di wilayah-wilayah puri di berbagai kawasan Bali.
Salah satu politik praktis yang dimaksud kata pria yang juga Ketua Forum Silahturahmi Keraton se-Nusantara adalah memasang bendera partai politik di dalam kompleks puri-puri.
"Jika cara ini dilakukan; sudah tidak benar, dan kita akan tekankan agar tidak terjadi seperti itu lagi," kata lelaki yang juga akrab disapa Gung Ngurah itu.
Selain masalah Puri dan aparat desa berpolitik, pada kesempatan itu pria yang juga purnawirawan TNI itu menyinggung soal konflik adat yang selama ini mencuat ke permukaan.
Untuk memediasi masalah itu, kata dia pihaknya, bersama raja-raja se-Bali membentuk wadah yang bernama Sabha Kertha Adat lan Budaya.
Wadah itu, jelasnya beranggotakan para tokoh (penglingsir) puri se-Bali, Sabha Poruhita, Majelis Desa Pekraman, PHDI, tokoh masyarakat serta aparatur pemerintah dan tokoh masyarakat lainnya.
Ia mengatakan, dengan adanya wadah itu, peran Puri sebagai pengayom masyarakat bisa terwujud. Disamping itu wadah ini nantinya akan mensosialisasikan sejarah serta keberadaan puri di tengah -tengah masyarakat.
Dengan cara seperti itu, diharapkan konflik adat di Pulau Bali bisa diperkecil dan masyarakat bisa hidup rukun.
Terus apakah tidak tumpang tindih karena selama ini adat di Bali sudah memiliki berbagai wadah?, Gung Ngurah mengatakan, tidak akan ada tumpang tindih, karena masing -masing wadah memiliki peranan yang berbeda-beda. (ANT-199)
Puri di Bali jangan berpolitik praktis
9 Oktober 2011 16:35 WIB
Seorang pemangku (orang suci) menata sesaji dan perlengkapan sembahyang.(ANTARA/Eric Ireng)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011
Tags: