Jakarta (ANTARA News) - Maraknya kasus pencurian pulsa melalui layanan content provider (CP) diduga dapat berjalan dengan mulus selama ini karena tidak hanya menguntungkan CP tetapi berbagai pihak lainnya yang juga mengeruk keuntungan.

"Dengan prediksi dan dugaan pendapatan ratusan juta per hari atau per pekan bukan mustahil ada indikasi korupsi yang juga pastinya diberikan kepada pihak yang memuluskan perizinan untuk para CP," kata Ketua Ikatan Alumni Perhimpunan Mahasiswa Informatika dan Komputer Nasional, Akmal B.Y.

Dengan demikian, menurut Akmal, maka bukan hanya CP tetapi juga operator dan kemungkinan terdapat oknum di dalam tubuh birokrasi yang mungkin mendapat keuntungan.

Dalam beberapa hal, ujar dia, CP seharusnya bisa menjadi kemudahan ketika digunakan dalam hal yang tepat seperti untuk pengumpulan sumbangan bila terjadi korban bencana alam serta pengumpulan dana untuk pendidikan atau untuk anak yatim.

"Namun, dalam beberapa waktu belakang bisa kita ketahui bahwa pergeserannya sudah melenceng dan seolah dimanipulasi," katanya.

Ia mencontohkan, penggunaan RBT (ring back tone/dering nada panggil) dan kuis di TV yang menawarkan untuk mengikuti kuis melalui layanan CP terkadang malah menyulitkan pengguna ketika berupaya untuk melakukan menghentikan program tersebut (unreg).

Akibatnya pengguna secara perlahan dan rutin selama setiap pekan atau setiap bulan menjadi tersedot pulsanya dalam nominal tertentu.

Karenanya, pemerintah diminta untuk segera melakukan "listing" para CP yang terdaftar karena bisa saja di antara para CP Tersebut terindikasi merupakan milik kerabat pejabat atau pihak yang dekat dengan lingkungan CP, operator, dan pemegang kewenangan regulasi telekomunikasi.

"Termasuk plus distributor mesin untuk melakukan 'broadcast' (pengiriman) sms juga harus segera dipantau siapa pemasok dan yang menggunakan harus ada kejelasan," tegasnya.
(M040)