Medan (ANTARA News) - Nelayan tradisional Belawan Medan resah atas aktivitas kapal pukat harimau atau trawl yang kerap menangkap ikan hingga ke sekitar pesisir perairan daerah itu. Ini masalah lama sebetulnya, tapi belum juga bisa dituntaskan setuntas mungkin.

"Setiap hari ada ratusan unit pukat trawl beroperasi secara leluasa di sekitar wilayah tangkapan nelayan tradisional," kata tokoh masyarakat nelayan Belawan Azhar Ong kepada ANTARA di Medan, Jumat. Kalau disandingkan, kapal pukat harimau dan perahu nelayan tradisional ibarat gajah dan semut.

Sebagian besar kapal pukat harimau leluasa beroperasi di bawah tiga mil di perairan Belawan, tanpa ada upaya penertiban dari instansi pemerintah yang berwenang atau lembaga penegak hukum.

Pengoperasian pukat harimau di wilayah tangkapan nelayan tradisional tersebut bertentangan dengan peraturan pemerintah, karena alat tangkap yang digunakan pukat trawl itu hanya boleh dioperasikan pada kawasan perairan di atas 10 mil dari garis pantai.

Aktivitas pukat tersebut membuat populasi biota laut dan terumbu karang di sekitar perairan Belawan semakin merosot, sehingga turut berdampak terhadap hasil tangkapan nelayan tradisional di sekitar pesisir utara Kota Medan itu.

Dia mensinyalir sejumlah kapal pukat trawl tersebut bisa leluasa beroperasi hingga di bawah tiga mil laut karena oknum pemiliknya diduga sengaja memanipulasi data spesifikasi alat tangkap mereka.

"Kapal pukat harimau leluasa melanggar batas wilayah penagkapan ikan yang ditetapkan pemerintah, karena petugas dari instansi pemerintah yang berkompeten diperkirakan kurang jeli mengawasi kondisi fisik kapal ikan tersebut," ujar Azhar.

Dia menambahkan bahwa nelayan tradisional di pesisir Belawan hingga kini tidak berdaya menghadapi keberadaan kapalpukat harimau yang sejak beberapa tahun terakhir semakin leluasa beroperasi pada posisi di bawah tiga mil hingga menjelang garis pantai.

"Nelayan tradisional sudah semakin sulit mendapatkan ikan di wilayah perairan tangkapan mereka sendiri," ucapnya.

Untuk memperoleh hasil tangkapan ikan relatif banyak, kata dia, banyak perahu nelayan tradisional melaut hingga mencapai perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) di Selat Malaka.

Namun keberadaan perahu nelayan tradisional hingga ke ZEEI Selat Malaka rentan melanggar tapal batas wilayah laut Malaysia, karena tidak semua perahu nelayan dilengkapi dengan perangkat teknologi global positioning system atau GPS.

Dia berharap instansi pemerintah terkait hendaknya segera memperketat pengawasan dan menindak tegas setiap kapal pukat harimau yang terbukti melanggar Undang-Undang Nomor 31/2004 tentang Perikanan.

Alat tangkap trawl adalah sejenis alat tangkap yang sangat dilarang dalam undang-undang, karena sistem kerja alat ini adalah memburu ikan dengan bentuk jaring berkantong yang ditarik kapal hingga dasar perairan, mulut jaring dibuka dengan bantuan dua papan.

"Kalau terumbu karang sudah rusak tentunya tidak ada tempat bagi ikan untuk berlindung, bermain atau berkembang biak," tambahnya. (ANT-197)