Kemenkeu sebut penerapan pajak karbon diundur jadi Juli 2022
28 Maret 2022 21:38 WIB
Tangkapan kayar - Kepala BKF Febrio Kacaribu dalam Konferensi Pers APBN KiTa daring, Senin (28/3/2022). Konferensi Pers APBN KiTa/pri.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan pemungutan pajak karbon yang semula direncanakan dilakukan mulai 1 April 2022, akan diundur menjadi Juli 2022.
"Kami melihat ruang menunda penerapan pajak karbon, semula 1 April 2022, kita tunda ke Juli 2022,” ujar Febrio Kacaribu dalam Konferensi Pers APBN KiTa yang dipantau di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan pemerintah menunda pemungutan pajak karena ingin menyusun peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.
"Dalam Perpres ini juga ada pokok-pokok pengaturan tentang pasar karbon dan kami ingin mengkoneksikan keduanya secara konsisten antara satu dengan yang lain, sehingga peraturan perundangan makin komprehensif,” kata Febrio.
Di sisi lain, saat ini pemerintah juga sedang fokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat demi menjaga daya beli menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.
Apalagi, saat ini kondisi geopolitik terutama konflik antara Rusia dan Ukraina telah secara tidak langsung mengerek harga komoditas dunia yang berimbas pada harga untuk konsumen.
"Kami akan pastikan suplai terjaga sehingga harga dan daya beli masyarakat, khususnya dalam menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri tetap terjaga. Fokus kami pastikan kesejahteraan dan daya beli,” ujarnya.
Adapun penerapan pajak karbon nantinya diharapkan akan melengkapi serangkaian kebijakan Indonesia untuk mengendalikan perubahan iklim.
Baca juga: Luhut: Pajak karbon jadikan listrik PLTU batu bara tak lagi murah
Baca juga: BKF: Perluasan sektor yang dipungut pajak karbon dilakukan pada 2025
"Kami melihat ruang menunda penerapan pajak karbon, semula 1 April 2022, kita tunda ke Juli 2022,” ujar Febrio Kacaribu dalam Konferensi Pers APBN KiTa yang dipantau di Jakarta, Senin.
Ia menjelaskan pemerintah menunda pemungutan pajak karena ingin menyusun peraturan perundang-undangan yang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.
"Dalam Perpres ini juga ada pokok-pokok pengaturan tentang pasar karbon dan kami ingin mengkoneksikan keduanya secara konsisten antara satu dengan yang lain, sehingga peraturan perundangan makin komprehensif,” kata Febrio.
Di sisi lain, saat ini pemerintah juga sedang fokus pada pemenuhan kebutuhan masyarakat demi menjaga daya beli menjelang Ramadhan dan Idul Fitri.
Apalagi, saat ini kondisi geopolitik terutama konflik antara Rusia dan Ukraina telah secara tidak langsung mengerek harga komoditas dunia yang berimbas pada harga untuk konsumen.
"Kami akan pastikan suplai terjaga sehingga harga dan daya beli masyarakat, khususnya dalam menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri tetap terjaga. Fokus kami pastikan kesejahteraan dan daya beli,” ujarnya.
Adapun penerapan pajak karbon nantinya diharapkan akan melengkapi serangkaian kebijakan Indonesia untuk mengendalikan perubahan iklim.
Baca juga: Luhut: Pajak karbon jadikan listrik PLTU batu bara tak lagi murah
Baca juga: BKF: Perluasan sektor yang dipungut pajak karbon dilakukan pada 2025
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: