Tokyo (ANTARA) - Harga minyak jatuh lebih dari lima dolar AS di sesi Asia pada perdagangan Senin sore, karena kekhawatiran atas permintaan bahan bakar yang lebih lemah di China meningkat setelah pusat keuangan Shanghai meluncurkan penguncian dua tahap untuk menahan lonjakan infeksi COVID-19.

Pasar memulai minggu ketidakpastian lagi, di satu sisi diterpa oleh perang antara Ukraina dan Rusia, eksportir minyak mentah terbesar kedua di dunia, dan perluasan penguncian terkait COVID di China, importir minyak mentah terbesar secara global.

Minyak mentah berjangka Brent turun ke serendah 115,32 dolar AS per barel dan merosot 5,15 dolar AS atau 4,3 persen, menjadi diperdagangkan di 115,50 dolar AS per barel pada pukul 07.31 GMT.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS mencapai level terendah 108,28 dolar AS per barel, dan tergelincir 5,30 dolar AS atau 4,7 persen, menjadi diperdagangkan di 108,60 dolar AS per barel.

Kedua kontrak acuan naik 1,4 persen pada Jumat (25/3/2022), mencatat kenaikan mingguan pertama mereka dalam tiga pekan terakhir, dengan Brent melonjak 11,8 persen dan WTI naik 8,8 persen.

"Penguncian Shanghai mendorong aksi jual baru dari investor yang kecewa karena mereka berharap penguncian seperti itu akan dihindari," kata Kazuhiko Saito, kepala analis di Fujitomi Securities.

Shanghai meluncurkan penguncian dua tahap kota berpenduduk 26 juta orang pada Senin, menutup jembatan dan terowongan, dan membatasi lalu lintas jalan raya untuk menahan lonjakan kasus COVID-19 lokal.

Saito juga mengatakan reaksi bullish terhadap serangan rudal oleh Houthi Yaman pada fasilitas distribusi minyak Saudi telah berjalan pada Jumat (25/3/2022).

Namun dia memperkirakan pasar minyak akan berubah bullish ketika Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, yang dikenal sebagai OPEC+, bertemu pada Kamis (31/3/2022), karena kelompok itu "kurang mungkin untuk meningkatkan produksi minyak pada kecepatan yang lebih cepat daripada dalam beberapa bulan terakhir".

Analis memiliki perkiraan yang bervariasi tentang seberapa keras ekspor minyak Rusia dapat terkena sanksi ekonomi yang dikenakan pada Moskow oleh Amerika Serikat dan sekutunya setelah invasi Rusia ke Ukraina. Beberapa orang memperkirakan bahwa 1 juta hingga 3 juta barel per hari (bph) minyak Rusia mungkin tidak akan sampai ke pasar.

Rusia, yang menyebut tindakannya di Ukraina sebagai "operasi militer khusus", mengekspor 4,7 juta barel per hari minyak mentah pada 2021, menjadikannya eksportir terbesar kedua di dunia di belakang Arab Saudi.

OPEC+ sejauh ini menolak seruan dari negara-negara konsumen utama untuk meningkatkan peningkatan produksi. Kelompok ini telah meningkatkan produksi sebesar 400.000 barel per hari setiap bulan sejak Agustus untuk mengurangi pemotongan yang dilakukan ketika pandemi COVID-19 menekan permintaan.

"Harga minyak kemungkinan akan bertahan di atas 100 dolar AS per barel untuk sementara waktu, karena pasokan global hanya akan semakin ketat ketika pasokan dari Rusia menurun sementara Amerika Serikat menuju musim mengemudi," kata Tetsu Emori, kepala eksekutif Emori Fund Management.

Stok OECD berada pada level terendah sejak 2014.

Untuk membantu meringankan pasokan yang ketat, Amerika Serikat sedang mempertimbangkan pelepasan minyak lain dari Strategic Petroleum Reserve (SPR) yang bisa lebih besar dari penjualan 30 juta barel awal bulan ini, kata sebuah sumber.

“Tetapi mengingat persediaan yang sudah sedikit, akan ada pelepasan SPR yang terbatas, yang dilihat sebagai faktor pendukung lain ke pasar,” kata Emori.

Pengebor AS menambahkan rig minyak untuk 19 bulan berturut-turut tetapi pada laju paling lambat sejak 2020 meskipun pemerintah mendesak para produsen untuk meningkatkan produksi.

Baca juga: Minyak tembus 100,99 dolar AS/barel dipicu sanksi Barat terhadap Rusia

Baca juga: AS, Eropa bahas pelarangan impor minyak Rusia