Jakarta (ANTARA) - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mendorong para pihak penyelenggara pemilu untuk konsisten mengawal partisipasi kelompok rentan, seperti kaum perempuan, penyandang disabilitas, dan masyarakat adat dalam pesta demokrasi tersebut.

"Kelompok rentan, seperti perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, ataupun kelompok miskin itu menghadapi hambatan berlipat untuk bisa berpartisipasi dalam pemilu," ujar Titi.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi narasumber dalam webinar nasional Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Cilacap, Jawa Tengah, bertajuk Mengoptimalkan Kesadaran Masyarakat dalam Pengawasan Pemilu Partisipatif, seperti dipantau dari Jakarta, Jumat.

Oleh karena itu, kata dia, harus ada komitmen kuat dari para penyelenggara pemilu, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), terutama Bawaslu saat membicarakan aspek pengawasan, untuk terus konsisten melibatkan mereka.

Titi lantas menyebutkan beberapa hambatan yang dihadapi oleh masyarakat umum ketika hendak berpartisipasi dalam pemilu. Beberapa hambatan itu adalah masyarakat masih sulit untuk mengakses pendidikan pemilih dan kemunculan berbagai berita bohong terkait dengan pemilu yang dapat mencederai nilai kebebasan serta keadilan dalam pilihan mereka.

Namun, di sisi lain kelompok rentan justru akan mengalami hambatan berkali lipat karena mereka juga kerap mendapatkan perilaku diskriminatif dari beberapa pihak.

"Kelompok rentan ini justru lebih terhambat karena diskriminasi yang masih sering mereka hadapi," kata Titi.

Pada kesempatan yang sama, Titi pun mendorong para pihak penyelenggara pemilu untuk memberikan pendidikan dan internalisasi nilai-nilai berdemokrasi kepada masyarakat.

Menurut dia, hal tersebut merupakan kunci untuk membangun kesadaran para pemilih dalam mengawal suara mereka saat pemilu berlangsung.

"Kunci membangun kesadaran masyarakat dalam pengawasan pemilu adalah pendidikan. Namun, tidak bisa melompat langsung pendidikan kepemiluan, harus diawali oleh pendidikan dan internalisasi nilai-nilai berdemokrasi. Pemilu itu hanya elemen dari demokrasi," ujar Titi.

Baca juga: Pakar sebut "e-voting" pemilu sangat memungkinkan

Baca juga: CISSReC: Sistem digitalisasi pemilu harus aman dari peretasan