Jakarta (ANTARA) - Ifo Institute, sebuah lembaga pemikir yang berbasis di Munich, pada Rabu (23/3) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya untuk Jerman, dengan memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) negara itu hanya naik antara 2,2 persen hingga 3,1 persen pada 2022.

Krisis Rusia-Ukraina "membatasi pertumbuhan ekonomi dan mempercepat inflasi di Jerman," menurut ifo Institute. Pada Desember 2021, lembaga tersebut masih memproyeksikan pertumbuhan PDB Jerman 3,7 persen untuk tahun ini.
Foto yang diabadikan pada 18 Maret 2022 ini memperlihatkan harga solar dan bensin yang ditampilkan di papan di sebuah stasiun pengisian bahan bakar di Frankfurt, Jerman. (Xinhua/Armando Babani)


Karena ketidakpastian yang terus membayangi, ifo Institute menguraikan dua skenario untuk evolusi harga energi. "Tahun ini, harga energi memiliki dampak khusus pada belanja konsumen pribadi," papar lembaga itu.

Skenario optimistis mengasumsikan bahwa harga minyak akan turun secara bertahap dari level saat ini 101 euro (1 euro = Rp15.809) per barel menjadi 82 euro pada akhir tahun.

Dalam skenario pesimistis, harga minyak akan terus naik menjadi 140 euro per barel pada Mei dan hanya akan turun menjadi 122 euro pada akhir tahun.

Ifo Institute memperkirakan inflasi akan naik lebih cepat dari yang diproyeksikan sebelumnya, mencapai antara 5,1 persen hingga 6,1 persen pada 2022, dibandingkan dengan asumsi sebelumnya sebesar 3,3 persen.

Jerman diperkirakan akan kehilangan sekitar enam miliar euro dalam daya beli akibat kenaikan harga konsumen pada kuartal pertama saja.
Seorang pejalan kaki berdiri di depan jendela etalase sebuah toko di Berlin, ibu kota Jerman, pada 11 Februari 2022. (Xinhua/Stefan Zeitz)


Namun, "permintaan yang tinggi di sektor manufaktur dan normalisasi pandemi virus corona akan memberikan dorongan besar bagi perekonomian," kata Timo Wollmershaeuser, kepala proyeksi di ifo.