Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendorong sinergi dan kolaborasi pengetahuan dari berbagai pihak, termasuk universitas, lembaga penelitian, pihak swasta, dan masyarakat, untuk meningkatkan kualitas, inklusivitas, dan resiliensi layanan kesehatan di Indonesia.

Dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA di Jakarta, Rabu, Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kemenkes Kartini Rustandi menuturkan kolaborasi multi pihak tersebut diperlukan untuk mewujudkan transformasi sistem kesehatan.

Hal itu disampaikan dalam Webinar Peningkatan Kualitas, Inklusivitas, dan Resiliensi Layanan Kesehatan Indonesia.

Transformasi sistem kesehatan dilakukan, baik untuk optimalisasi layanan primer, mutu layanan rujukan, maupun sistem pembiayaan kesehatan, terutama terkait dengan asuransi kesehatan tambahan dan perbaikan kualitas data penerima bantuan iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kolaborasi juga perlu didorong untuk mendukung transformasi dalam bidang informasi dan teknologi (IT) untuk kemudahan akses layanan kesehatan.

Baca juga: Indonesia dorong bangun pusat studi kesehatan di negara berkembang

Untuk meningkatkan resiliensi layanan kesehatan, Kemenkes sedang menyiapkan enam strategi transformasi kesehatan yang melibatkan berbagai pihak, yakni layanan primer, di mana pelayanan bersifat promotif dan preventif; transformasi layanan sekunder terkait dengan rujukan rumah sakit; dan aturan dalam pembiayaan kesehatan.

Selain itu, berkaitan dengan transformasi sumber daya manusia (SDM) yang fokus pada peningkatan kualitas dan pemerataan jumlah tenaga kesehatan di daerah, serta transformasi teknologi kesehatan yang terdiri atas transformasi informasi kesehatan dan transformasi teknologi kesehatan.

Peneliti Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Universitas Gadjah Mada (PKMK UGM) M. Faozi Kurniawan mendorong perubahan struktural untuk meningkatkan jangkauan layanan yang lebih inklusif dan merata dalam penyelenggaraan program JKN bagi kelompok masyarakat miskin dan marginal.

Ia menuturkan diperlukan penelitian, kajian, diskusi publik, hingga publikasi terkait dengan JKN dan sistem kesehatan yang secara berkala serta dalam ruang lingkup nasional, provinsi, kabupaten/kota.

"Ini perlu dilakukan untuk melakukan kualitas kontrol dan mengukur dampak JKN dan sistem kesehatan," ujarnya.

Baca juga: Indonesia dorong investasi global untuk eliminasi TB
Baca juga: Kemenkes: Pelayanan kesehatan primer jadi prioritas pemerintah