Jakarta (ANTARA) - Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengatakan mayoritas pelabuhan di Indonesia masih belum terpasang sistem pemantau radiasi untuk keselamatan dan keamanan.

"Kita punya 172 pelabuhan, baru tujuh pelabuhan terpasang," kata Pelaksana tugas Kepala Pusat Riset dan Teknologi Deteksi Radiasi dan Analisis Nuklir (PRTDRAN) Abu Khalid Rivai dalam Webinar Deep Talk of Radiation Detection and Nuclear Analysis Research Technology di Jakarta, Rabu.

Abu menuturkan sistem pemantauan radiasi atau radiation portal monitor (RPM) penting dipasang di pelabuhan karena pelabuhan menjadi salah satu jalur keluar masuk barang radioaktif baik ke dalam atau ke luar negeri.

Dengan memasang sistem pemantau radiasi tersebut, maka dapat mencegah keluar masuknya barang radioaktif ilegal dan berbahaya ke wilayah Indonesia.

Pelabuhan yang sudah terpasang sistem pemantau radiasi, antara lain Pelabuhan Batu Ampar di Batam, Pelabuhan Bitung di Sulawesi Utara dan Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.

Pengembangan sistem pemantauan radiasi lingkungan untuk keselamatan dan keamanan (SPRKK) menjadi salah satu Prioritas Riset Nasional 2020-2024 yang dikoordinasikan ORTN BRIN.

Sistem pemantau radiasi dapat dipasang di sejumlah area prioritas seperti objek vital, pelabuhan, perbatasan, atau pintu keluar masuk barang dari luar negeri ke dalam negeri.

RPM merupakan portal monitor radiasi yang dipasang tetap untuk melakukan pemindaian atau pemeriksaan terhadap sumber radiasi gamma dan atau neutron secara otomatis terhadap barang, orang dan kendaraan yang melewati daerah deteksi.

Baca juga: Indonesia targetkan punya prototipe sistem pemantauan radiasi 2024

Baca juga: Membran Perikardium Iradiasi dari BRIN segera dikomersialisasikan

Baca juga: Radiasi sinar gamma untuk mudahkan pengembangan vaksin