Surabaya (ANTARA News) - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menilai potensi produksi gas di Jawa Timur (Jatim) tak sebanding dengan jumlah permintaan masyarakat di provinsi tersebut.
"Khususnya, permintaan pasar industri di Jatim mengingat angka pertumbuhan sektor itu sangat signifikan per tahunnya," kata Kepala BPH Migas, Tubagus Haryono, ditemui dalam Seminar Nasional Pengelolaan "Corporate Social Responsibility/CSR", di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, potensi minyak dan gas bumi di Jatim sangat besar tetapi belum dioptimalkan. Padahal, di wilayah tersebut ada Blok Cepu yang memiliki kemampuan memproduksi minyak dan gas dengan volume besar.
"Mayoritas pengusaha minyak dan gas di Jatim menilai bahwa memproduksi minyak lebih menguntungkan dibandingkan gas," ujarnya.
Apalagi, ungkap dia, sampai sekarang harga minyak di pasar internasional terus mengalami peningkatan signifikan.
"Terkait defisit gas di Jatim, kondisi tersebut dikarenakan semakin besarnya kebutuhan masyarakat industri," tegasnya.
Selain itu, tambah dia, keterbatasan ketersediaan infrastruktur juga mengakibatkan terjadinya defisit gas di Jatim.
"Padahal, kami ingin mendatangkan gas dari segala penjuru Nusantara," katanya.
Namun, ia mengaku, upaya tersebut terkendala oleh masih sulitnya ketersediaan infrastruktur memadai yang dapat digunakan untuk mengangkut gas tersebut.
"Di sisi lain, sampai sekarang lokasi sumber gas di Tanah Air mayoritas berada sangat jauh dari konsumen," katanya.
Untuk itu, ia mengupayakan, sedang mengembangkan infrastruktur berupa kapal LNG atau pipa khusus sekaligus membangun terminal LNG di beberapa titik.
"Contoh terminal LNG tersebut kami bangun di Medan, Jakarta, dan Semarang. Untuk kebutuhan gas di Jatim, kami akan menyalurkan gas itu melalui pipa gas Pertamina yang disambungkan ke terminal di Semarang," katanya.
(ANT-071/S025)
Potensi gas tak sebanding permintaan
29 September 2011 21:56 WIB
Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Tubagus Haryono (kiri) (ANTARA/Widodo S. Jusuf)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011
Tags: