Telaah
Fikri/Bagas dan prospek kian cerah bulu tangkis kita
Oleh Jafar M Sidik
22 Maret 2022 13:48 WIB
Ganda putra Indonesia Muhammad Shohibul Fikri/Bagas Maulana merayakan keberhasilan mereka memenangkan final All England 2022 melawan rekan senegara Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di Utilita Arena, Birmingham, Inggris, 20 Maret 2022. (Action Images via Reuters/ED SYKES)
Jakarta (ANTARA) - Mengasyikan melihat apa yang terjadi pada ganda putra bulu tangkis Indonesia. Regenerasi dalam sektor ini terlihat tak putus oleh waktu dan ruang. Selalu menghasilkan muka baru yang bergantian menaiki aras tertinggi setiap turnamen.
Kini mereka memiliki stok baru yang bisa melanggengkan dominasi Indonesia dalam ganda putra dunia; Muhamad Shohibul Fikri dan Bagas Maulana.
Berstatus non unggulan, Fikri/Bagas menaklukkan seniornya dan sekaligus unggulan kedua, Muhammad Ahsan/Hendra Setiawan, dalam final All England 2022, 20 Maret lalu.
Mengikuti All England 2022 sebagai debutan, Fikri/Bagas mempersembahkan gelar ganda putra ke-22 dari turnamen bulu tangkis paling tua di dunia ini kepada Indonesia.
Sukses Fikri/Bagas mengukuhkan dominasi Indonesia dalam ganda putra yang selama 50 tahun terakhir telah mempersembahkan 22 gelar All England kepada Indonesia.
Baca juga: Jinakkan The Daddies, Bagas/Fikri juarai All England
Tak ada negara mana pun dalam kurun 50 tahun terakhir yang bisa melakukan hal yang dilakukan ganda putra Indonesia.
Dalam lima tahun terakhir ini pun ganda putra Indonesia sudah tiga kali menjuarai All England. Jumlah itu bisa lebih banyak lagi seandainya tahun lalu kiprah Indonesia tak dihentikan oleh aturan COVID-19 di Inggris.
Hanya ganda campuran lewat Praveen Jordan/Melati Daeva Oktaviani pada All England 2020 yang menembus dominasi ganda putra dalam lima tahun terakhir itu.
All England adalah satu dari tiga turnamen elite Super 1000. Dua lainnya adalah Indonesia Masters dan China Open.
Dan dalam dua turnamen Super 1000 lainnya itu juga prestasi ganda putra Indonesia tak kalah mengesankan.
Dalam China Open, mereka sudah sepuluh kali menjadi juara. Cuma, dalam debut turnamen ini pada 1986, tunggal putra Icuk Sugiarto dan ganda putri Ivana Lie/Verawaty Wiharjo yang mempersembahkan gelar juara kepada Indonesia.
Catatan lima tahun terakhir pun mengesankan karena ganda putra Indonesia sudah dua kali menjuarai China Open yang pada 2020 dan 2021 tidak diadakan karena pandemi COVID-19.
Pun dalam Indonesia Masters. Sejak digelar pada 2010, ganda putra sudah sembilan kali menjuarainya. Ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang telah dipersembahkan sektor-sektor lainnya.
Baca juga: Tradisi emas Olimpiade itu dilanjutkan Greysia/Apriyani
Bukti kuatnya ganda putra Indonesia juga terlihat pada Olimpiade sejak cabang olahraga ini tak lagi dipertandingkan dalam status eksibisi pada 1992.
Dari delapan medali emas yang dikumpulkan Indonesia dari delapan Olimpiade terakhir yang seluruhnya dari bulutangkis, tiga di antaranya berasal dari ganda putra.
Sayang, dalam tiga Olimpiade terakhir ganda putra tak mempersembahkan satu pun medali.
Dalam tiga Olimpiade terakhir itu giliran tunggal putra, ganda campuran dan ganda putri yang mempersembahkan medali, termasuk medali emas pertama Indonesia dari ganda putri ketika Greysia Polii/Apriyani Rahayu menjadi kampiun Olimpiade Tokyo 2020 tahun lalu.
Dalam kejuaraan dunia pun sami mawon. Sejak turnamen ini diadakan pada 1977, ganda putra Indonesia sudah 10 kali menjuarainya.
Jumlah itu paling banyak dibandingkan dengan baik sektor bulu tangkis Indonesia lainnya maupun ganda putra negara-negara lain.
Agar terus dalam genggaman
Salah satu catatan menarik dari dari sukses Fikri/Bagas dalam All England itu adalah mereka melakukannya dalam usia relatif muda.
Kondisi ini menumbuhkan harapan bahwa Fikri/Bagas akan terus berusaha berada di puncak, bersama rekan mereka lainnya, agar dominasi Indonesia dalam sektor ini lestari.
Muhamad Shohibul Fikri baru berusia 22 tahun 8 bulan sampai bulan ini, sedangkan Bagas Maulana baru 23 tahun 9 bulan.
Dalam usia semuda itu, masih banyak hal yang bisa mereka lakukan. Masih banyak turnamen yang bisa mereka taklukkan, bersama rekan-rekan mereka yang lain, baik senior maupun seangkatan dan juniornya.
Baca juga: Bagas/Fikri emosional saat bukukan gelar perdana All England 2022
Tak mustahil juga mereka bisa bertahan lama di puncak turnamen seperti tengah dilakukan atlet-atlet senior semisal Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan atau Greysia Polii yang tetap tampil cemerlang sampai kini.
Hendra Setiawan yang pertama kali juara dunia ganda putra bersama Markis Kido pada 2007, adalah pebulu tangkis tertua Indonesia yang masih aktif yang tak kunjung memudar penampilannya.
Dalam usia yang akan genap 38 tahun Agustus tahun ini dan mengawali kiprah bulu tangkis profesionalnya pada 2000 dalam Indonesia Open, Hendra tetap on fire sampai kini. Dia memang spesial.
Dengan begitu banyak trofi yang dia raih, termasuk satu medali emas Olimpiade, empat kali juara dunia, dua medali emas Asian Games dan dua kali gelar All England, Hendra disebut-sebut sebagai salah satu atlet bulutangkis terbesar bukan saja di Indonesia tapi juga dunia.
Hendra sudah menjadi standard untuk atlet bulu tangkis Indonesia yang ingin tetap mengkilap selama mungkin. Dan Fikri/Bagus, serta yang lain, berpeluang mengikuti jejak Hendra, paling tidak untuk delapan tahun ke depan yang sama dengan masa empat kejuaraan dunia dan dua Olimpiade.
Hendra sudah pasti kekecualian karena sulit menemukan atlet yang bisa mempertahankan performa tetap bagus sekalipun mesti berpacu dengan usia.
Meskipun demikian, bukan berarti perjalanan karier Hendra mustahil diikuti yang lain. Sebaliknya Hendra bisa mendapatkan penerus-penerus pada diri atlet-atlet seperti Fikri dan Bagas.
Baca juga: The Daddies senang dengan regenerasi ganda putra
Lain dari itu, pertemuan Fikri/Bagas dengan Hendra/Ahsan dalam final All England dua hari lalu itu menyingkapkan fakta menarik yang bukan sekadar menyimbolkan kompetisi yang begitu hidup dalam bulu tangkis ganda putra Indonesia.
Pertemuan kedua pasangan ini juga melambangkan persenyawaan yang kuat antara sistem senior dan junior dalam bulu tangkis Indonesia. Dan ini membuat negara lain kesulitan menembus dominasi ganda putra Indonesia.
Dari zaman ke zaman, persenyawaan ini terjaga. Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dan para pelatih sepertinya berusaha menciptakan standard atau acuan pada diri pemain-pemain senior tertentu, dan saat bersamaan menciptakan sistem kompetisi yang sehat dan kredibel yang bisa terus menghasilkan yang terbaik.
Pendekatan ini terutama terlihat pada ganda putra, walaupun sebenarnya terjadi pula dalam semua sektor, termasuk ganda campuran, dan juga ganda putri yang belakangan maju pesat sampai medali emas Olimpiade bisa mereka rebut tahun lalu.
Baca juga: PBSI bangga dengan munculnya jagoan baru ganda putra nasional
Semua perkembangan ini membuat penggemar bulu tangkis dan masyarakat Indonesia umumnya, bisa berbesar hati karena apa yang terjadi saat ini bisa menjadi petunjuk untuk langkah besar yang ditempuh Indonesia dalam turnamen-turnamen berikutnya. Syukur-syukur terjadi pada semua sektor, termasuk tunggal putri.
Ekspektasi pun bisa membesar, khususnya dalam kaitan dengan prospek mencetak prestasi besar pada ajang-ajang seperti Asian Games Beijing dan Kejuaraan Dunia Tokyo yang keduanya digelar tahun ini, serta Olimpiade Paris 2024.
Untuk itu, tak berlebihan jika sukses Fikri/Bagas adalah mengenai bagaimana Indonesia bersiap menghadapi ajang-ajang itu, khususnya Olimpiade Paris di mana tuan rumah Prancis pun sudah ancang-ancang merebut medali dari bulu tangkis dengan menyewa pelatih asing terbaik.
Selain itu, sukses bulu tangkis adalah juga tentang upaya menjaga cabang olahraga ini tetap dalam genggaman Indonesia karena bulu tangkis sudah menjadi bagian dari identitas dan budaya bangsa.
Kini mereka memiliki stok baru yang bisa melanggengkan dominasi Indonesia dalam ganda putra dunia; Muhamad Shohibul Fikri dan Bagas Maulana.
Berstatus non unggulan, Fikri/Bagas menaklukkan seniornya dan sekaligus unggulan kedua, Muhammad Ahsan/Hendra Setiawan, dalam final All England 2022, 20 Maret lalu.
Mengikuti All England 2022 sebagai debutan, Fikri/Bagas mempersembahkan gelar ganda putra ke-22 dari turnamen bulu tangkis paling tua di dunia ini kepada Indonesia.
Sukses Fikri/Bagas mengukuhkan dominasi Indonesia dalam ganda putra yang selama 50 tahun terakhir telah mempersembahkan 22 gelar All England kepada Indonesia.
Baca juga: Jinakkan The Daddies, Bagas/Fikri juarai All England
Tak ada negara mana pun dalam kurun 50 tahun terakhir yang bisa melakukan hal yang dilakukan ganda putra Indonesia.
Dalam lima tahun terakhir ini pun ganda putra Indonesia sudah tiga kali menjuarai All England. Jumlah itu bisa lebih banyak lagi seandainya tahun lalu kiprah Indonesia tak dihentikan oleh aturan COVID-19 di Inggris.
Hanya ganda campuran lewat Praveen Jordan/Melati Daeva Oktaviani pada All England 2020 yang menembus dominasi ganda putra dalam lima tahun terakhir itu.
All England adalah satu dari tiga turnamen elite Super 1000. Dua lainnya adalah Indonesia Masters dan China Open.
Dan dalam dua turnamen Super 1000 lainnya itu juga prestasi ganda putra Indonesia tak kalah mengesankan.
Dalam China Open, mereka sudah sepuluh kali menjadi juara. Cuma, dalam debut turnamen ini pada 1986, tunggal putra Icuk Sugiarto dan ganda putri Ivana Lie/Verawaty Wiharjo yang mempersembahkan gelar juara kepada Indonesia.
Catatan lima tahun terakhir pun mengesankan karena ganda putra Indonesia sudah dua kali menjuarai China Open yang pada 2020 dan 2021 tidak diadakan karena pandemi COVID-19.
Pun dalam Indonesia Masters. Sejak digelar pada 2010, ganda putra sudah sembilan kali menjuarainya. Ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan yang telah dipersembahkan sektor-sektor lainnya.
Baca juga: Tradisi emas Olimpiade itu dilanjutkan Greysia/Apriyani
Bukti kuatnya ganda putra Indonesia juga terlihat pada Olimpiade sejak cabang olahraga ini tak lagi dipertandingkan dalam status eksibisi pada 1992.
Dari delapan medali emas yang dikumpulkan Indonesia dari delapan Olimpiade terakhir yang seluruhnya dari bulutangkis, tiga di antaranya berasal dari ganda putra.
Sayang, dalam tiga Olimpiade terakhir ganda putra tak mempersembahkan satu pun medali.
Dalam tiga Olimpiade terakhir itu giliran tunggal putra, ganda campuran dan ganda putri yang mempersembahkan medali, termasuk medali emas pertama Indonesia dari ganda putri ketika Greysia Polii/Apriyani Rahayu menjadi kampiun Olimpiade Tokyo 2020 tahun lalu.
Dalam kejuaraan dunia pun sami mawon. Sejak turnamen ini diadakan pada 1977, ganda putra Indonesia sudah 10 kali menjuarainya.
Jumlah itu paling banyak dibandingkan dengan baik sektor bulu tangkis Indonesia lainnya maupun ganda putra negara-negara lain.
Agar terus dalam genggaman
Salah satu catatan menarik dari dari sukses Fikri/Bagas dalam All England itu adalah mereka melakukannya dalam usia relatif muda.
Kondisi ini menumbuhkan harapan bahwa Fikri/Bagas akan terus berusaha berada di puncak, bersama rekan mereka lainnya, agar dominasi Indonesia dalam sektor ini lestari.
Muhamad Shohibul Fikri baru berusia 22 tahun 8 bulan sampai bulan ini, sedangkan Bagas Maulana baru 23 tahun 9 bulan.
Dalam usia semuda itu, masih banyak hal yang bisa mereka lakukan. Masih banyak turnamen yang bisa mereka taklukkan, bersama rekan-rekan mereka yang lain, baik senior maupun seangkatan dan juniornya.
Baca juga: Bagas/Fikri emosional saat bukukan gelar perdana All England 2022
Tak mustahil juga mereka bisa bertahan lama di puncak turnamen seperti tengah dilakukan atlet-atlet senior semisal Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan atau Greysia Polii yang tetap tampil cemerlang sampai kini.
Hendra Setiawan yang pertama kali juara dunia ganda putra bersama Markis Kido pada 2007, adalah pebulu tangkis tertua Indonesia yang masih aktif yang tak kunjung memudar penampilannya.
Dalam usia yang akan genap 38 tahun Agustus tahun ini dan mengawali kiprah bulu tangkis profesionalnya pada 2000 dalam Indonesia Open, Hendra tetap on fire sampai kini. Dia memang spesial.
Dengan begitu banyak trofi yang dia raih, termasuk satu medali emas Olimpiade, empat kali juara dunia, dua medali emas Asian Games dan dua kali gelar All England, Hendra disebut-sebut sebagai salah satu atlet bulutangkis terbesar bukan saja di Indonesia tapi juga dunia.
Hendra sudah menjadi standard untuk atlet bulu tangkis Indonesia yang ingin tetap mengkilap selama mungkin. Dan Fikri/Bagus, serta yang lain, berpeluang mengikuti jejak Hendra, paling tidak untuk delapan tahun ke depan yang sama dengan masa empat kejuaraan dunia dan dua Olimpiade.
Hendra sudah pasti kekecualian karena sulit menemukan atlet yang bisa mempertahankan performa tetap bagus sekalipun mesti berpacu dengan usia.
Meskipun demikian, bukan berarti perjalanan karier Hendra mustahil diikuti yang lain. Sebaliknya Hendra bisa mendapatkan penerus-penerus pada diri atlet-atlet seperti Fikri dan Bagas.
Baca juga: The Daddies senang dengan regenerasi ganda putra
Lain dari itu, pertemuan Fikri/Bagas dengan Hendra/Ahsan dalam final All England dua hari lalu itu menyingkapkan fakta menarik yang bukan sekadar menyimbolkan kompetisi yang begitu hidup dalam bulu tangkis ganda putra Indonesia.
Pertemuan kedua pasangan ini juga melambangkan persenyawaan yang kuat antara sistem senior dan junior dalam bulu tangkis Indonesia. Dan ini membuat negara lain kesulitan menembus dominasi ganda putra Indonesia.
Dari zaman ke zaman, persenyawaan ini terjaga. Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) dan para pelatih sepertinya berusaha menciptakan standard atau acuan pada diri pemain-pemain senior tertentu, dan saat bersamaan menciptakan sistem kompetisi yang sehat dan kredibel yang bisa terus menghasilkan yang terbaik.
Pendekatan ini terutama terlihat pada ganda putra, walaupun sebenarnya terjadi pula dalam semua sektor, termasuk ganda campuran, dan juga ganda putri yang belakangan maju pesat sampai medali emas Olimpiade bisa mereka rebut tahun lalu.
Baca juga: PBSI bangga dengan munculnya jagoan baru ganda putra nasional
Semua perkembangan ini membuat penggemar bulu tangkis dan masyarakat Indonesia umumnya, bisa berbesar hati karena apa yang terjadi saat ini bisa menjadi petunjuk untuk langkah besar yang ditempuh Indonesia dalam turnamen-turnamen berikutnya. Syukur-syukur terjadi pada semua sektor, termasuk tunggal putri.
Ekspektasi pun bisa membesar, khususnya dalam kaitan dengan prospek mencetak prestasi besar pada ajang-ajang seperti Asian Games Beijing dan Kejuaraan Dunia Tokyo yang keduanya digelar tahun ini, serta Olimpiade Paris 2024.
Untuk itu, tak berlebihan jika sukses Fikri/Bagas adalah mengenai bagaimana Indonesia bersiap menghadapi ajang-ajang itu, khususnya Olimpiade Paris di mana tuan rumah Prancis pun sudah ancang-ancang merebut medali dari bulu tangkis dengan menyewa pelatih asing terbaik.
Selain itu, sukses bulu tangkis adalah juga tentang upaya menjaga cabang olahraga ini tetap dalam genggaman Indonesia karena bulu tangkis sudah menjadi bagian dari identitas dan budaya bangsa.
Copyright © ANTARA 2022
Tags: