Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Sindroma Down Indonesia (ISDI) Nashita Nio mengatakan penyandang down syndrome mulai adaptif pada protokol kesehatan pandemi COVID-19.

"Ada sebagian yang mengerti bahwa COVID-19 berbahaya dan harus pakai masker dan mereka sekarang mengerti. Mereka sekarang sudah pakai masker dua lapis. Kita kasih aba-aba kalau makanan sudah tiba di tempat, baru boleh buka masker," katanya.

Baca juga: Pandemi bisa jadi momen orang tua dan anak autisme jalin kedekatan

Kebiasaan tersebut, kata Nashita, membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk membentuk kebiasaan penyandang down syndrome pada kebiasaan baru.

Demikian dengan kebiasaan cuci tangan. Meski kebiasaan tersebut masih ditentukan berdasarkan arahan dari pendamping, penyandang tuna grahita itu umumnya sudah mulai terbiasa dengan kebiasaan menjaga kebersihan melalui cuci tangan.

Namun demikian, kebiasaan untuk menjaga jarak belum terbiasa dilakukan penyandang down syndrome saat berinteraksi dengan teman dekat.

"Yang mereka tahu sudah tidak boleh salaman, tidak boleh peluk kalau ketemu orang yang mereka kenal. Mereka tahunya salam tinju," katanya.

Meski memiliki keterbatasan kecerdasan untuk dapat memahami secara utuh protokol kesehatan, kata Nashita, mayoritas penyandang down syndrome patuh pada arahan pendamping dalam membimbing mereka menjalankan 3M (menjaga jarak, memakai masker dan mencuci tangan).

Nashita mengatakan intelektual yang lebih rendah dari orang pada umumnya membuat penyandang down syndrome cenderung lebih acuh pada pengaruh COVID-19 pada kesehatan serta beraktivitas seperti normal.

Baca juga: Usia ibu hamil salah satu faktor terjadinya kelainan kromosom janin

Baca juga: Doktor UI teliti interaksi Ibu-Anak pada anak 'down syndrome'


"Penyandang down syndrome tidak ngerti tentang COVID-19. Kita yang paham biasanya stres tentang reaksinya. Tapi, kalau yang down syndrome biasa saja dan mereka lebih cepat sembuh. Hikmah di balik ketidaktahuan mereka terhadap COVID-19, mereka jadi tidak peduli dan itu baik untuk ketahanan imun tubuhnya," katanya.

ISDI merupakan komunitas nirlaba yang terdiri atas orang tua, ahli medis, ahli pendidikan kebutuhan khusus, para guru, dan simpatisan. Sebelum pandemi melanda, jumlah keanggotaannya mencapai ratusan keluarga, tapi saat ini berkurang menjadi puluhan anggota.