Jakarta (ANTARA) - Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Provinsi Sulawesi Tengah Wildani Pingkan S. Hamzens mengatakan kehadiran pandemi COVID-19 memaksa setiap kota di Indonesia untuk terus siap menghadapi perubahan yang terjadi secara mendadak.

“Kita lihat pandemi COVID-19 mengharuskan kota lebih siap menghadapi perubahan mendadak dalam tatanan kehidupan ruang publik yang sampai saat itu kita tidak akses bersama,” kata Wildani dalam Webinar G20 "A common Framework: Towards Child-Friendly Cities Amid the COVID-19 Pandemic, Climate Crisis, and Rising Structural Inequalities" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

Baca juga: Kemendagri ajak pemda tingkatkan kualitas hidup anak bangsa di G20

Wildani menuturkan COVID-19 memaksa semua orang, khususnya anak-anak untuk beraktivitas dari rumah. Berbagai aktivitas anak seperti pembelajaran terpaksa dilakukan secara daring. Akibatnya, pandemi memaksa layanan jaringan internet di seluruh kota ditingkatkan secara merata dan terus menyala agar setiap aktivitas dapat berjalan dengan maksimal, termasuk pada saat terjadinya kondisi darurat.

Pandemi juga memperlihatkan kerentanan keluarga, karena sebagian keluarga tidak mampu mengakses jaringan internet dan adanya orang tua yang tidak bisa mendampingi anak untuk melakukan pembelajaran. Artinya, negara belum bisa membangun sumber daya manusia sampai dengan tingkat keluarga.

“Internet itu harus benar-benar selalu aman, sehingga kita bisa terkoneksi dan saling menolong. Pada kota-kota tertentu, energi listrik masih menjadi masalah, sehingga proses belajar secara daring terganggu,” kata perempuan yang juga akademisi di Universitas Tadulako itu.

Wildani mengatakan ada ketimpangan struktural pada layanan pendataan anak, dimana masih ada orang tua yang belum mendaftarkan anaknya ke dinas kependudukan ataupun catatan sipil karena terhalang pandemi.

Sehingga, setiap kota dituntut untuk melakukan sebuah inovasi yang dapat memberikan pelayanan catatan kelahiran seperti melalui aplikasi tertentu, sehingga orang tua bisa segera mendatakan anak mereka.

Baca juga: Bappenas: G20 perlu pikirkan sistem kota yang responsif dan ramah anak

Di sisi lain, banyaknya kehamilan yang tidak direncanakan menyadarkan setiap kota bahwa pemberian pengetahuan dan pembekalan kepada calon pengantin sebelum menikah menjadi suatu hal yang penting agar setiap pasangan dapat sadar akan tanggung jawab dan melahirkan anak-anak yang berkualitas.

“Setiap kota harus mampu secara reguler melakukan pendidikan pranikah atau adanya kewajiban mengikuti kursus persiapan menjadi orang tua, sehingga kita akan melahirkan manusia dewasa dengan tanggung jawab terhadap anaknya,” kata dia.

Sementara dari sisi ketahanan terhadap iklim, setiap kota diharuskan cermat terhadap potensi bencana yang muncul, baik banjir maupun gempa bumi. Pemerintah dalam hal itu harus mengedukasi masyarakat, terutama orang tua agar dapat mengajarkan anaknya menghadapi bencana dengan baik.

Menurut Wildani, sebenarnya sebuah kota harus menjadi ruang yang aman bagi setiap anak. Pemanfaatan ruangan terbuka hijau dapat digunakan secara bergilir untuk keperluan anak maupun rumah sakit darurat dan ruang evakuasi bencana.

Baca juga: Cuan informasi di perhelatan G-20

Baca juga: Indonesia ingatkan pentingnya persiapkan lulusan adaptif di G20


Sehingga, diperlukan sebuah sistem yang dapat menangani perubahan-perubahan tersebut agar anak dapat melewati masa kanak-kanak dengan bahagia.

“Dalam kondisi keterbatasan seperti pandemi COVID-19, krisis iklim, jangan sampai terjadi kesenjangan struktural kota harus fokus dan berinovasi menangani ketimpangan struktural,” ujar dia.