"Dalam lembaga pendidikan itulah (dayah atau pondok pesantren) ada proses transfer pengetahuan dan pembentukan karakter kebangsaan para santrinya (dilakukan)," kata Ahmad Basarah dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
Menurut Basarah, pelaksanaan pelatihan bagi guru-guru Pancasila di dayah yang dilakukan BPIP menemukan relevansinya sebab lembaga pendidikan bersama para gurunya adalah media atau agen sosialisasi terpenting kedua setelah institusi keluarga.
Propaganda membenturkan agama dan negara, upaya adu domba Islam dan Pancasila, serta upaya mendikotomikan antara golongan Islam dan kebangsaan, menurut dia, sangat marak terjadi, terutama di dunia maya dan media sosial.
Baca juga: Wakil Ketua MPR RI dorong lapangan kerja baru untuk cegah PMI ilegal
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Zainuddin MZ penceramah serukan persatuan
Basarah menegaskan bahwa telah ada regulasi khusus yang mengatur pondok pesantren, yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pondok Pesantren.
Regulasi tersebut menjelaskan bahwa penyelenggaraan pesantren wajib mengembangkan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin serta berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
"Dengan demikian, alumni dayah atau pesantren juga harus menjadi tokoh masyarakat yang selain mencintai dan mengajarkan agama Islam, juga mengajarkan cinta tanah air," kata dosen Universitas Islam Malang itu.
Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah menyampaikan itu saat menjadi pemateri kunci pada kegiatan bertema "Pendidikan dan Pelatihan Bagi Pengajar: Diklat Pembinaan Ideologi Pancasila bagi Guru Dayah, Pengurus FKUB serta Widyaiswara" di Meulaboh, Aceh Barat, Senin (21/3).
Bagi Basarah, Aceh merupakan daerah penting dan istimewa bagi bangsa Indonesia, baik dari segi sejarah, agama, budaya, maupun istorisnya. Aceh merupakan tempat masuknya agama Islam pertama kali di Nusantara sehingga dijuluki Serambi Mekah.
Selain itu, agama dan budaya berakulturasi dengan baik di Aceh. Selanjutnya, Aceh juga memberikan kontribusi nyata bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia sehingga dengan mudah bisa menemukan banyak pahlawan nasional asal tanah rencong tersebut.
Menurut dia, banyak tokoh pejuang kemerdekaan asal Aceh, misalnya Teuku Umar, Panglima Polim, Mohammad Hasan, dan Cut Nyak Dien.
Baca juga: MPR RI menyambut baik guru pesantren jadi duta Pancasila di Aceh Barat
Baca juga: MPR RI tidak pernah agendakan perpanjangan masa jabatan presiden
Selain itu, kebijakan membangun kerukunan umat beragama hingga mengubah nama-nama jalan di Aceh Barat menjadi Jalan Pancasila, Jalan Bhinneka Tunggal Ika, dan Jalan Garuda, serta dimasukkannya mata pelajaran Pancasila dalam muatan lokal. Ia menilai berbagai upaya tersebut merupakan bentuk spirit sekaligus komitmen bupati untuk membuat Pancasila sebagai ideologi yang betul-betul bekerja dan hidup di tengah masyarakatnya.
"Inilah ikhtiar Bupati Aceh Barat Ramli M.S. yang inginkan Aceh Barat dan masyarakatnya memahami dan mengamalkan Pancasila," kata Basarah
Bupati Aceh Barat Ramli M.S. menjelaskan bahwa pelaksanaan Kongres Santri Pancasila pada tahun lalu berlatar belakang atas pudarnya Pancasila dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Upaya lain yang adalah dengan menyambangi lembaga-lembaga negara yang concern di bidang pembinaan Pancasila, seperti lembaga BPIP dan Lemhannas.
"Harapan kini agar para pendidik datang ke Aceh Barat untuk mendidik guru-guru dayah. Berikan mereka pemahaman yang benar," ujarnya.