Ombudsman rekomendasikan tata kelola CBP diubah cegah kerugian negara
18 Maret 2022 20:59 WIB
Pekerja menngecek kualitas beras hasil pembelian dari petani di gudang penyimpanan Perum Bulog Kanwil Aceh, Desa Siron, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Kamis (27/1/2022). Perum Bulog menargetkan triwulan pertama tahun 2022 dapat menyerap sebanyak 4,14 juta ton beras hasil produksi petani untuk pemenuhan kebutuhan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). ANTARA FOTO/Ampelsa/wsj.
Jakarta (ANTARA) - Ombudsman Republik Indonesia merekomendasikan tata kelola cadangan beras pemerintah (CBP) diubah mulai dari perencanaan, proses penyerapan dan penyaluran, hingga penyesuaian harga eceran tertinggi (HET) untuk beras untuk menghindari potensi kerugian negara.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers daring tentang tata kelola CBP di Jakarta, Jumat, mengatakan terdapat lima hal yang menjadi saran dan koreksi Ombudsman untuk dilaksanakan oleh pemangku kepentingan terkait pengelolaan CBP.
"Pertama adalah salah satu carut marutnya tata kelola cadangan beras pemerintah adalah tidak ditetapkannya berapa jumlah cadangan beras pemerintah," kata Yeka.
Tidak adanya jumlah yang pasti berapa seharusnya ketersediaan CBP yang tertulis dalam regulasi setingkat menteri menyebabkan Perum Bulog sebagai operator tidak bisa melakukan strategi untuk pengeluarannya agar beras tidak melulu disimpan hingga turun mutu.
Baca juga: Stok CBP 1,3 juta ton, Bulog yakinkan tak impor beras tahun ini
Yeka mengatakan Badan Pangan Nasional akan menetapkan jumlah ketersediaan CBP yang harus dipenuhi dalam satu bulan ke depan.
Rekomendasi kedua adalah evaluasi dan revisi Permentan Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan CBP. "Kami mengusulkan agar pengelolaan cadangan beras pemerintah dilakukan berdasarkan prinsip GCG, akuntabel, dan transparan," kata Yeka.
Hal ini dilakukan agar setiap beras yang masuk sebagai CBP dilakukan penilaian dan pencegahan terjadinya turun mutu yang bisa menyebabkan kerugian negara.
Ketiga, terkait penyusunan teknis terkait indikator pengambilan keputusan impor cadangan beras pemerintah.
Baca juga: Bulog: Cadangan beras pemerintah di Sumut mencukupi hingga awal 2022
"Kalau kita lihat pada peristiwa importasi di tahun 2018 betapa keputusan impor itu hanya didasarkan pada indikator yang sebetulnya masih bias, sehingga mengakibatkan pada satu waktu impornya bertepatan pada musim panen," katanya.
Selain itu jumlah yang diimpor dalam strategi pengadaan juga tidak disesuaikan dengan strategi pengeluaran dan mengakibatkan beras di gudang Bulog mengalami penurunan mutu. Ke depan keputusan importasi beras harus didasari pada indikator yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Keempat adalah melakukan penyesuaian HET beras. Yeka menyebut HET beras saat ini masih menggunakan HET tahun 2017. Ombudsman meminta agar HET beras disesuaikan dengan kenaikan inflasi setiap tahun.
Kelima, terkait dengan penyelesaian pembayaran tagihan pelepasan stok CBP Bulog sebesar 20 ribu ton senilai Rp185 miliar yang diajukan pada tahun 2019 yang sampai sekarang belum tuntas. Ombudsman meminta persoalan tersebut segera diselesaikan.
Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers daring tentang tata kelola CBP di Jakarta, Jumat, mengatakan terdapat lima hal yang menjadi saran dan koreksi Ombudsman untuk dilaksanakan oleh pemangku kepentingan terkait pengelolaan CBP.
"Pertama adalah salah satu carut marutnya tata kelola cadangan beras pemerintah adalah tidak ditetapkannya berapa jumlah cadangan beras pemerintah," kata Yeka.
Tidak adanya jumlah yang pasti berapa seharusnya ketersediaan CBP yang tertulis dalam regulasi setingkat menteri menyebabkan Perum Bulog sebagai operator tidak bisa melakukan strategi untuk pengeluarannya agar beras tidak melulu disimpan hingga turun mutu.
Baca juga: Stok CBP 1,3 juta ton, Bulog yakinkan tak impor beras tahun ini
Yeka mengatakan Badan Pangan Nasional akan menetapkan jumlah ketersediaan CBP yang harus dipenuhi dalam satu bulan ke depan.
Rekomendasi kedua adalah evaluasi dan revisi Permentan Nomor 38 Tahun 2018 tentang Pengelolaan CBP. "Kami mengusulkan agar pengelolaan cadangan beras pemerintah dilakukan berdasarkan prinsip GCG, akuntabel, dan transparan," kata Yeka.
Hal ini dilakukan agar setiap beras yang masuk sebagai CBP dilakukan penilaian dan pencegahan terjadinya turun mutu yang bisa menyebabkan kerugian negara.
Ketiga, terkait penyusunan teknis terkait indikator pengambilan keputusan impor cadangan beras pemerintah.
Baca juga: Bulog: Cadangan beras pemerintah di Sumut mencukupi hingga awal 2022
"Kalau kita lihat pada peristiwa importasi di tahun 2018 betapa keputusan impor itu hanya didasarkan pada indikator yang sebetulnya masih bias, sehingga mengakibatkan pada satu waktu impornya bertepatan pada musim panen," katanya.
Selain itu jumlah yang diimpor dalam strategi pengadaan juga tidak disesuaikan dengan strategi pengeluaran dan mengakibatkan beras di gudang Bulog mengalami penurunan mutu. Ke depan keputusan importasi beras harus didasari pada indikator yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Keempat adalah melakukan penyesuaian HET beras. Yeka menyebut HET beras saat ini masih menggunakan HET tahun 2017. Ombudsman meminta agar HET beras disesuaikan dengan kenaikan inflasi setiap tahun.
Kelima, terkait dengan penyelesaian pembayaran tagihan pelepasan stok CBP Bulog sebesar 20 ribu ton senilai Rp185 miliar yang diajukan pada tahun 2019 yang sampai sekarang belum tuntas. Ombudsman meminta persoalan tersebut segera diselesaikan.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2022
Tags: