Kepala Bidang Perencanaan, Pemanfaatan Hutan dan Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) DLHK Provinsi Bengkulu, Samsul Hidayat di Bengkulu, Jum'at bahwa pihaknya juga meminta kementerian untuk mengevaluasi ketidakpatuhan kedua perusahaan tersebut.
"Kami telah membuat surat kepada Kementerian LHK untuk evaluasi ketidakpatuhan dan meninjau ulang izin," kata Samsul.
Baca juga: Konsorsium Seblat ungkap dugaan jual beli hutan habitat gajah Bengkulu
Baca juga: Menyelamatkan paru-paru dunia, suara dari Kerinci-Seblat
Ia menyebutkan bahwa kedua perusahaan tersebut tidak patuh dalam keamanan wilayah kerja dan kewajiban lainnya yang belum diselesaikan.
Padahal kedua perusahaan tersebut memiliki izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu- Hutan Alam (IUPHHK-HA).
Selain itu, DLHK Provinsi Bengkulu juga telah mengirimkan surat peringatan terhadap kedua perusahaan tersebut.
Sebab kedua perusahaan tersebut memiliki kewajiban untuk mengamankan wilayah kerja masing-masing sesuai dengan perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian LHK.
"Karena mereka teledor dan membiarkan wilayahnya dirambah atau diduga diperjualbelikan maka dikirim surat peringatan," ujarnya.
Sebelumnya, penanggung jawab Konsorsium Bentang Alam Seblat, Ali Akbar mengatakan bahwa berdasarkan hasil investigasi selama delapan bulan dan pemantauan rutin yang dilakukan secara kolaboratif oleh anggota Konsorsium Bentang Alam Seblat diduga kuat terjadi jual beli kawasan hutan habitat gajah hingga ratusan hektare di wilayah Kabupaten Mukomuko.
Selain itu, hasil analisis tutupan hutan yang dilakukan oleh Konsorsium Bentang Alam Seblat di wilayah kerja Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) koridor gajah seluas 80.987 hektare, diketahui seluas 39.812,34 hektare atau 49 persen telah menjadi hutan lahan kering sekunder dan seluas 23.740,06 hektare atau 29 persen nya telah beralih fungsi menjadi non-hutan.
Baca juga: AMAN usulkan penetapan 13.964 ha hutan adat di Bengkulu
Baca juga: Aktivis tolak pelepasan hutan Bengkulu untuk korporasi