Jakarta (ANTARA) - PSSI belum mengambil sikap apapun terkait dugaan utang mereka dengan nilai 47 juta dolar AS atau sekitar Rp673 miliar kepada perusahaan asal Belgia, Target Eleven, yang sudah dibawa ke Pengadilan Arbitrase Olahraga Internasional (CAS).

"PSSI belum mengetahui persis permasalahan yang berawal pada tahun 2013 ini," ujar Sekretaris Jenderal PSSI Yunus Nusi kepada pewarta di Jakarta, Kamis.

Yunus menduga persoalan yang berujung pada utang tersebut berkaitan dengan Liga Primer Indonesia (Indonesian Premier League), kompetisi yang bergulir saat PSSI mengalami dualisme kepengurusan. Ketika itu, PSSI masih dipimpin Djohar Arifin.

Dugaan utang PSSI pertama kali dipublikasikan oleh media Belgia, RTBF. Melalui laman rtbf.be, pihak Target Eleven mengisahkan soal kisruh tersebut.

Target Eleven mengungkapkan, pada Juni 2013, mereka dan PSSI mencapai kesepakatan untuk merombak dua divisi liga profesional Indonesia dan mengelolanya selama 10 tahun. Terdapat pula pembicaraan tentang pendapatan hak siar senilai 1,5 miliar dolar AS.

Akan tetapi, pihak Target Eleven mengatakan bahwa PSSI tidak bisa menjalankan kesepakatan tersebut karena adanya berbagai masalah internal.

Baca juga: PSSI belum berencana pakai VAR di Liga Indonesia musim depan

Target Eleven, yang mengklaim sudah bekerja sesuai kesepakatan, merasa tidak mendapatkan hak mereka selama bertahun-tahun.

Itulah yang membuat mereka membawa masalah tersebut ke CAS di Lausanne, Swiss, pada 9 Juni 2021. Namun, Target Eleven sempat menangguhkan gugatan itu karena menilai PSSI bersedia menyelesaikan persoalan secara damai.

Ternyata, PSSI dinilai terlalu mengulur waktu dan membuat Target Eleven kembali melanjutkan gugatan pada 23 Februari 2022 ke CAS, kali ini tanpa kemungkinan damai. Target Eleven meminta PSSI untuk membayar kerugian mereka terkait kerja sama kedua belah pihak dengan nilai 47 juta dolar AS atau sekitar Rp673 miliar.

Direktur Target Eleven Patrick Mbaya menegaskan bahwa jumlah itu sesuai dengan kerugian mereka atas pendapatan yang hilang lantaran kontrak utama berdurasi 10 tahun dengan potensi nilai siar sebesar total 1,5 miliar dolar AS atau 150 juta dolar AS pertahun tak berjalan.

Kepada Antara, anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Ahmad Riyadh, yang juga berprofesi sebagai pengacara, juga belum bisa membeberkan langkah hukum apa yang akan diambil pihaknya terkait gugatan ke CAS itu.

"Belum ada pemberitahuan kepada saya terkait hal tersebut dan saya pun belum mempelajarinya," tutur dia.

Baca juga: PSSI tantang tersangka ungkap nama lain terlibat suap Liga 3 Jatim
Baca juga: Komite Banding PSSI perkuat vonis terhadap Persipura