Eks pegawai KPK sesalkan ketidakhadiran tergugat di sidang PTUN
17 Maret 2022 21:45 WIB
Para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Farid Andhika, Novel Baswedan, Yudi Purnomo, Ita Khoiriyah, dan Aulia Posteria berada di dalam lift usai menghadiri sidang perdana di PTUN Jakarta, Kamis (10/3/2022). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA) - Mantan pegawai KPK menyesalkan ketidakhadiran para tergugat maupun kuasa hukumnya dalam sidang gugatan administratif terkait peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis.
"Pihak tergugat dalam perkara ini adalah Presiden Republik Indonesia sebagai tergugat I, Pimpinan KPK sebagai tergugat II, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara sebagai tergugat III. Sangat disayangkan bahwa hari ini para pihak tergugat tidak hadir di persidangan," kata salah satu eks pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) Tata Khoiriyah di Jakarta, Kamis.
Sebanyak 49 orang mantan pegawai KPK yang diberhentikan melalui asesmen TWK mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, dengan nomor perkara 46/G/TF/2022/PTUN.JKT dan 47/G/TF/2022/PTUN.JKT pada 1 Maret 2022.
Gugatan itu ditujukan kepada Presiden RI, Pimpinan KPK, dan Kepala BKN, dengan objek gugatan perbuatan melawan hukum atas tidak dilaksanakannya rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tertanggal 16 Agustus 2021 dan rekomendasi Ombudsman RI tertanggal 15 September 2021.
"Kuasa hukum pihak tergugat tidak ada yang hadir. Hakim akan memanggil kembali di persidangan selanjutnya, yaitu pada Kamis pekan depan, 24 Maret 2022," tambahnya.
Agenda sidang kedua, Kamis, adalah pemeriksaan persiapan sekaligus perbaikan materi gugatan atas masukan hakim.
Perwakilan penggugat hadir bersama tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, LBH Muhammadiyah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Hal yang menarik dari gugatan administratif ini adalah bagaimana hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga negara penunjang tidak bisa begitu saja tidak dijalankan oleh pejabat publik pemerintah dan khususnya Presiden RI, sebagai atasan tertinggi pemerintah, karena akan berdampak pada tata kelola pemerintahan serta kebijakan yang berlaku," jelasnya.
Baca juga: Eks pegawai KPK harap hakim PTUN kabulkan gugatan
Menurut dia, berdasarkan hasil penyelidikan Ombudsman RI, ada unsur penyalahgunaan wewenang dan maladministrasi dalam penyelenggaraan TWK. Selain itu, hasil penyelidikan Komnas HAM juga menemukan 11 pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan TWK.
"Hasil penyelidikan kedua lembaga tersebut tidak dijalankan baik oleh Pimpinan KPK maupun Kepala BKN sebagai terlapor, sehingga Ombudsman RI dan Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi yang disampaikan kepada atasan terlapor, yaitu Presiden RI. Hal yang disayangkan, rekomendasi kedua lembaga tersebut juga tidak dijalankan oleh atasan terlapor hingga hari ini," katanya.
Dia mengatakan gugatan yang dilakukan oleh 49 eks pegawai KPK tersebut bukan sekadar perjuangan atas hak-hak sebagai mantan pegawai lembaga antirasuah itu.
"Melainkan bagian dari perlawanan atas pelemahan KPK. Sudah seharusnya KPK menjadi contoh bagi praktik birokrasi berintegritas dan profesional. Sangat disayangkan bahwa dalam proses peralihan status pegawai di KPK justru diwarnai berbagai insiden yang bertentangan dengan nilai-nilai anti-korupsi," tukasnya.
Terhadap gugatan tersebut, Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan itu merupakan hak setiap warga negara.
"Proses ini telah dilandasi dasar hukum yang sah dan legal, yakni UU Nomor 19 tahun 2019, yang mengamanatkan bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara. Kemudian, proses pengalihannya juga didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2020 dan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021," kata Ali Fikri.
Dalam proses TWK, katanya, KPK melibatkan berbagai institusi yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam proses pengalihan ASN, bahkan sudah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XIX/2021.
Baca juga: Eks pegawai KPK adukan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas soal SMS "blast"
Baca juga: KPK hormati gugatan mantan pegawai ke PTUN terkait TWK
"Pihak tergugat dalam perkara ini adalah Presiden Republik Indonesia sebagai tergugat I, Pimpinan KPK sebagai tergugat II, dan Kepala Badan Kepegawaian Negara sebagai tergugat III. Sangat disayangkan bahwa hari ini para pihak tergugat tidak hadir di persidangan," kata salah satu eks pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) Tata Khoiriyah di Jakarta, Kamis.
Sebanyak 49 orang mantan pegawai KPK yang diberhentikan melalui asesmen TWK mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta, dengan nomor perkara 46/G/TF/2022/PTUN.JKT dan 47/G/TF/2022/PTUN.JKT pada 1 Maret 2022.
Gugatan itu ditujukan kepada Presiden RI, Pimpinan KPK, dan Kepala BKN, dengan objek gugatan perbuatan melawan hukum atas tidak dilaksanakannya rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) tertanggal 16 Agustus 2021 dan rekomendasi Ombudsman RI tertanggal 15 September 2021.
"Kuasa hukum pihak tergugat tidak ada yang hadir. Hakim akan memanggil kembali di persidangan selanjutnya, yaitu pada Kamis pekan depan, 24 Maret 2022," tambahnya.
Agenda sidang kedua, Kamis, adalah pemeriksaan persiapan sekaligus perbaikan materi gugatan atas masukan hakim.
Perwakilan penggugat hadir bersama tim kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, LBH Muhammadiyah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
"Hal yang menarik dari gugatan administratif ini adalah bagaimana hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh lembaga negara penunjang tidak bisa begitu saja tidak dijalankan oleh pejabat publik pemerintah dan khususnya Presiden RI, sebagai atasan tertinggi pemerintah, karena akan berdampak pada tata kelola pemerintahan serta kebijakan yang berlaku," jelasnya.
Baca juga: Eks pegawai KPK harap hakim PTUN kabulkan gugatan
Menurut dia, berdasarkan hasil penyelidikan Ombudsman RI, ada unsur penyalahgunaan wewenang dan maladministrasi dalam penyelenggaraan TWK. Selain itu, hasil penyelidikan Komnas HAM juga menemukan 11 pelanggaran HAM dalam penyelenggaraan TWK.
"Hasil penyelidikan kedua lembaga tersebut tidak dijalankan baik oleh Pimpinan KPK maupun Kepala BKN sebagai terlapor, sehingga Ombudsman RI dan Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi yang disampaikan kepada atasan terlapor, yaitu Presiden RI. Hal yang disayangkan, rekomendasi kedua lembaga tersebut juga tidak dijalankan oleh atasan terlapor hingga hari ini," katanya.
Dia mengatakan gugatan yang dilakukan oleh 49 eks pegawai KPK tersebut bukan sekadar perjuangan atas hak-hak sebagai mantan pegawai lembaga antirasuah itu.
"Melainkan bagian dari perlawanan atas pelemahan KPK. Sudah seharusnya KPK menjadi contoh bagi praktik birokrasi berintegritas dan profesional. Sangat disayangkan bahwa dalam proses peralihan status pegawai di KPK justru diwarnai berbagai insiden yang bertentangan dengan nilai-nilai anti-korupsi," tukasnya.
Terhadap gugatan tersebut, Pelaksana Tugas (Plt.) Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan itu merupakan hak setiap warga negara.
"Proses ini telah dilandasi dasar hukum yang sah dan legal, yakni UU Nomor 19 tahun 2019, yang mengamanatkan bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara. Kemudian, proses pengalihannya juga didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2020 dan Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021," kata Ali Fikri.
Dalam proses TWK, katanya, KPK melibatkan berbagai institusi yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam proses pengalihan ASN, bahkan sudah sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 34/PUU-XIX/2021.
Baca juga: Eks pegawai KPK adukan Firli Bahuri ke Dewan Pengawas soal SMS "blast"
Baca juga: KPK hormati gugatan mantan pegawai ke PTUN terkait TWK
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Fransiska Ninditya
Copyright © ANTARA 2022
Tags: