Jakarta (ANTARA) - Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI Mochammad Afifuddin mendorong pemerintah, penyelenggara pemilu, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun masyarakat agar bersama-sama mewujudkan partisipasi perempuan dalam lembaga penyelenggara pemilu.

“Yang harus seluruh pihak dorong adalah partisipasi perempuan di lembaga penyelenggara pemilu. Pengalaman kami di Bawaslu, kadang-kadang kami memang tidak punya pilihan. Ketika (nama-nama anggota terpilih) sampai di kami, tidak ada anggota perempuannya,” ujar Mochammad Afifuddin.

Ia mengemukakan hal tersebut saat menjadi pembicara kunci dalam webinar Bawaslu Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah, bertajuk “Break The Bias dengan Memperkuat Partisipasi Aktif Perempuan dalam Proses Demokrasi yang Adil dan Setara”, seperti dipantau di Jakarta, Kamis.

Baca juga: Lolly: Perlu revisi Perbawaslu untuk jamin keterwakilan perempuan

Dorongan tersebut, menurut Afifuddin, semakin bernilai penting menjelang pemilihan anggota Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi serta kabupaten/kota.

Berdasarkan pengalaman kesejarahan di Tanah Air, katanya, perjuangan terhadap hak politik perempuan dalam pemilu dapat dikatakan baik.

Perjuangan itu, ujar dia, menghasilkan kemunculan regulasi yang mengatur bahwa komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Komposisi tersebut diamanatkan Pasal 10 ayat (7) dan Pasal 92 ayat (11) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Oleh karena itu, Afifuddin memandang perjuangan tersebut sudah sepatutnya dijaga dan dilanjutkan oleh segenap bangsa Indonesia dengan mendorong implementasi partisipasi perempuan di lembaga penyelenggara pemilu.

Baca juga: Perludem: Tiga pemilu tunjukkan potret buram keterwakilan perempuan

Afifuddin mengimbau seluruh anggota Bawaslu dan KPU agar tidak hanya berfokus pada persoalan teknis kepemiluan.

Ia berharap anggota Bawaslu dan KPU, baik di tingkat nasional maupun provinsi/kabupaten ikut menyuarakan terwujudnya keterwakilan perempuan, bahkan memperjuangkan kesetaraan hak kaum disabilitas dalam pesta demokrasi itu.

Menurutnya, apabila pihak penyelenggara pemilu hanya fokus bekerja pada persoalan teknis kepemiluan, maka rutinitas pekerjaan mereka belum dapat dikatakan bermakna.

“Harus ada nilai yang kita (pihak penyelenggara pemilu) perjuangkan, seperti partisipasi perempuan dan hak penyandang disabilitas dalam pemilu,” ujar Afifuddin.