Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menilai terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS lebih karena imbas sentimen negatif global yang juga dialami mata uang regional lainnya.

Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah di Jakarta Kamis mengatakan bahwa terus melemahnya rupiah yang pada Kamis siang ini mencapai 8.988 per dolar AS juga dialami mata uang sejumlah negara-negara di kawasan sebagai dampak dari belum pulihnya perekonomian di Eropa dan Amerika Serikat.

"Dampak global terhadap rupiah masih lebih baik bila dibandingkan dengan mata uang kawasan regional karena secara Year to date, rupiah masih mengalami apresiasi dibandingkan ringgit, baht dan won yang melemah atau depresiasi," katanya.

Sebagai perbandingan, dampak global terhadap pelemahan rupiah dan mata uang regional dari awal tahun sampai 21 September: Chinese Yuan masih apresiasi 3,46 persen, Japanese Yen masih apresiasi 6,55 persen, Rupiah masih apresiasi 1,89 persen, Dolar Singapura masih apresiasi 1,10 persen, Peso Filipina masih apresiasi 0,17 persen, Ringgit Malaysia depresiasi 2,49 persen, Thai Baht depresiasi 1,64 persen, dan Won Korea depresiasi 3,30 persen.

Mengenai berlanjutnya pelemahan rupiah pada Kamis pagi ini, Difi mengatakan juga didorong adanya perbedaan `quotation` kurs rupiah karena dua sumber data yang berbeda yakni on shore (domestik) dan off shore (LN).

"Selama ini kurs dari kedua pasar ini jalan bareng, tapi khusus pagi ini ada perbedaan signifikan," kata Difi.

Dijelaskannya `quote` yang ada di pasar off shore belum tentu mencerminkan transaksi karena lebih bersifat penawaran yang belum tentu diikuti transaksi riil.

Selain itu, kemungkinan pasar rupiah off shore dipengaruhi secara psikologis oleh kejatuhan Wall Street dan permasalahan di Eropa sehingga memaksa beberapa fund managers untuk menyesuaikan portofolio mereka untuk mitigasi risiko.

"Khusus untuk pasar valas domestik tetap stabil dan BI akan selalu menjaga kestabilan kurs rupiah dan akan berada di pasar," katanya.

Menurutnya, BI masih mempelajari penyebab adanya perbedaan quotation antara pasar valas off shore dan on shore itu.

Dijelaskannya, BI sudah lama melarang rupiah ditransaksikan spot di off shore agar tidak menjadi obyek spekulasi di luar negeri seperti masa lalu, namun pasar off shore belakangan kembali muncul karena ada bank bank di luar negeri yang menggunakannya untuk kebutuhan kliennya yang punya eksposure terhadap rupiah.

"Quotation mereka adalah dalam bentuk Non Delivery Forward (NDF). Nah quote spot offshore yang ada adalah turunan alias dihitung dari NDF 1 bulan yang diturunkan atau dihitung menjadi spot. Jadi spot offshore ini tidak riil," katanya.

(ANTARA)