Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan anggaran yang tersisa dari reformasi subsidi energi akan digunakan untuk mengatasi perubahan iklim.

Ia mengatakan berdasarkan reformasi subsidi energi tahun 2015, anggaran subsidi energi setelah reformasi menurun hingga 65 persen dari tahun sebelumnya.

"Tentunya, penambahan ruang fiskal akan dapat digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan mitigasi perubahan iklim," kata Febrio dalam webinar "Reformasi Subsidi Bahan Bakar Fosil di G20" yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Tambahan ruang fiskal itu nantinya akan melengkapi anggaran untuk mengatasi perubahan iklim lain, seperti dari insentif perpajakan, green sukuk, serta creative and blended financing.

"Ini semua mengkombinasikan pendanaan APBN dan APBD yang sudah ada, serta pembiayaan internasional," katanya.

Pemerintah saat ini telah memiliki peraturan presiden tentang nilai ekonomi karbon dan pasar karbon yang sedang difinalisasi aturan turunannya.

Pemerintah juga akan mempercepat akhir masa operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara Indonesia untuk mencapai emisi karbon nol pada 2060 atau lebih lebih cepat.

Reformasi kebijakan subsidi energi yang akan dilanjutkan bertahap ke depan, beserta dan berbagai kebijakan dekarbonisasi, diharapkan dapat meningkatkan kesinambungan lingkungan serta mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan.

"Dengan ini saya harap dapat menjadi milestone dalam meningkatkan sinergi dan kerja sama dalam rangka sinkronisasi berbagai inisiatif untuk mendukung keberhasilan reformasi kebijakan subsidi energi dan dekarbonisasi di Indonesia," katanya.

Baca juga: Kemenkeu: Reformasi subsidi energi pertimbangkan daya beli masyarakat
Baca juga: Menkeu: Realisasi subsidi 2021 lewati target capai Rp243,1 triliun