Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih dalam posisi tertekan dipicu dari krisis di Eropa yang mulai merembet ke negara sekitar.
Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksi antarBank di Jakarta Rabu pagi kembali bergerak melemah sebesar 40 poin ke posisi Rp8.870 dibanding sebelumnya Rp8.830 per dolar AS.
Analis Monex Investindo Futures Johanes Ginting mengatakan, pasar mata uang Asia kembali mendapat tekanan terhadap dolar AS termasuk rupiah didorong dari pemangkasan peringkat utang Italia yang membuat pasar global kembali negatif.
"Koreksi nilai tukar rupiah sudah terjadi sejak awal pekan ini, dengan dipangkasnya peringkat utang Italia semakin menambah sentimen negatif," kata dia.
Meski demikian, ia mengharapkan, pelaku pasar uang dalam negeri untuk tidak terlalu panik dengan kondisi itu karena diperkirakan Bank Indonesia (BI) sudah melakukan intervensi untuk menjaga nilai tukar rupiah terhadap dolar AS agar tidak terkoreksi terlalu dalam.
"Pelaku pasar tidak perlu panik atas pelemahan nilai tukar rupiah ini. Pelemahan ini hanya bersifat sementara, dan BI juga diperkirakan melakukan intervensi agar rupiah stabil," katanya.
Ia menambahkan, IMF yang kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk zona euro yang sarat utang pada Selasa menjadi 1,6 persen pada 2011 dan 1,1 persen tahun depan kembali menambah sentimen negatif pasar global.
"Belum adanya penyelematan pada negara terkena krisis itu akan membuat ekonomi dunia juga melambat," kata dia.
Analis Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menambahkan, pasar Asia yang masih dalam tekanan termasuk nilai tukar Asia, dan rupiah yang melemah cukup tajam.
"Ditengah sentimen ketakutan investor global, Standard & Poor`s (S&P) memangkas peringkat utang Italia dan menurunkan outlook-nya menjadi negatif ditambah lagi dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi zona euro," katanya. (ANT)
Rupiah masih tertekan
21 September 2011 09:56 WIB
Seorang petugas menghitung mata uang Rupiah di Kantor BNI Pusat, Jakarta. (ANTARA/Ismar Patrizki)
Editor: Desy Saputra
Copyright © ANTARA 2011
Tags: