Jakarta (ANTARA) - Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Lolly Suhenti mengatakan perlu melakukan terobosan hukum pada Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) berupa revisi terbatas Perbawaslu Nomor 19 Tahun 2017 untuk menjamin keterwakilan perempuan di Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota.

“Mengganti klausul ‘memperhatikan’ menjadi ‘menyertakan’,” kata Lolly dalam diskusi publik bertajuk “Mengawal Keterwakilan Perempuan di KPU dan Bawaslu” yang disiarkan di kanal YouTube Puskapol FISIP UI, dipantau dari Jakarta, Rabu.

Dalam Pasal 5 ayat (3) Perbawaslu Nomor 19 Tahun 2017 menyatakan bahwa komposisi keanggotaan Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Baca juga: Perludem: Tiga pemilu tunjukkan potret buram keterwakilan perempuan

Menurut Lolly, klausul ‘memperhatikan’ memberi ketidakpastian hukum untuk keterwakilan perempuan di lembaga tersebut. Apabila tidak didukung dengan political will yang tinggi, maka terdapat kemungkinan keterwakilan perempuan hanya diperhatikan, namun tidak dijalankan.

Lolly mendorong agar ada penyempurnaan petunjuk teknis rekrutmen pengawas pemilu berdasarkan keadilan gender melalui revisi terbatas Perbawaslu Nomor 19 Tahun 2017.

“Karena itu yang akan menjadi cantolan orang bergerak ketika melakukan rekrutmen jajaran pengawas,” ucap Komisioner Bawaslu terpilih periode 2022-2027 ini.

Baca juga: Perludem menyayangkan hanya satu perempuan terpilih di KPU-Bawaslu

Upaya untuk melakukan revisi terbatas merupakan bentuk usaha memperjuangkan keterwakilan perempuan minimal sebesar 30 persen di dalam keanggotaan KPU dan Bawaslu pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Ia menegaskan pemenuhan unsur keterwakilan perempuan sebesar 30 persen penting untuk menghadirkan kebijakan berperspektif gender dan mendorong partisipasi aktif disabilitas dan kelompok rentan lainnya.

Baca juga: Anggota DPR sebut perempuan di KPU-Bawaslu wujud demokrasi berkualitas

Pendekatan kebijakan berdasarkan budaya adil gender dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas keterlibatan perempuan sebagai pengawas, serta membuka kesempatan yang sama bagi perempuan yang memiliki kapasitas tanpa pandang bulu, katanya.

“Hukum yang progresif sangat mungkin lahir karena dia tidak bicara sekadar teks, dia bicara soal konteks,” kata Lolly.