Dalam webinar mengenai pelayanan kesehatan primer di Indonesia yang diikuti dari Jakarta, Rabu, dia mengatakan bahwa arah kebijakan untuk menguatkan pelayanan kesehatan primer sebenarnya sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Periode 2020-2024.
"Akan tetapi, selama ini sistem kesehatan nasional kita hanya bergantung pada Peraturan Presiden," kata Prof. Akmal, yang juga anggota Komisi Ilmu Kedokteran Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI).
Menurut dia, sudah saatnya legislatif dan eksekutif menyusun undang-undang tentang sistem kesehatan nasional yang memprioritaskan pelayanan kesehatan primer.
"Peraturan lebih tinggi dibutuhkan karena menguatkan PHC (primary health care atau pelayanan kesehatan primer) memerlukan waktu yang panjang dengan komitmen anggaran berkelanjutan," katanya.
Selain itu, dia mengatakan, pengutamaan pelayanan kesehatan primer belum tercermin dalam pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan yang baru tiga persen dari produk domestik bruto (PDB) dan pengeluaran untuk pelayanan kesehatan primer yang hanya 0,05 persen dari PDB.
Di negara lain seperti Thailand dan Brazil, ia mengatakan, alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sudah mencapai tujuh persen dari PDB.
Prof. Akmal mengatakan bahwa pemerintah sudah memiliki beberapa inisiatif untuk menguatkan pelayanan kesehatan primer, antara lain Program Pencerah Nusantara dan Program Nusantara Sehat.
Selain itu ada Program Puskesmas Terpadu dan Juara (PUSPA) di Provinsi Jawa Barat, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), dan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS).
"Saya yakin ada banyak inovasi kesehatan lain di tingkat pemerintah daerah. Tapi, sepertinya pemerintah sendiri tidak melakukan upaya khusus untuk mengabarkan sekaligus melibatkan publik dalam hal itu," kata Prof. Akmal.
Ketua AIPI Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan primer merupakan sistem untuk memenuhi kebutuhan kesehatan individu dan keluarga di tingkat komunitas dan masyarakat dari hulu ke hilir.
Pandemi COVID-19, menurut dia, telah menunjukkan bahwa banyaknya kesenjangan dalam kebijakan pelayanan kesehatan primer berujung pada masalah kesehatan populasi.
"Di awal pandemi, muncul perdebatan lockdown apa tidak, lalu ada perdebatan tentang karantina sampai ke vaksinasi. Itu semua terjadi karena kita tidak punya standar atau acuan yang baik dalam mengambil keputusan, baik itu untuk perorangan, masyarakat, ataupun formula dalam menentukan kebijakan," tuturnya.
Kondisi yang demikian menuntut pembenahan pelayanan kesehatan primer untuk memastikan fasilitas pelayanan kesehatan dasar mudah dijangkau dalam hal lokasi, akses, maupun biaya.
Baca juga:
Pandemi dorong BPJS Kesehatan hadirkan inovasi dalam pelayanan digital
Menteri Kesehatan: Pandemi telah menguji status quo sistem kesehatan