Cadangan devisa masih cukup jaga rupiah
19 September 2011 18:27 WIB
Bank Indonesia (BI) mencatat cadangan devisa pada akhir Agustus 2011 sesenilai 124,6 miliar dolar Amerika Serikat (AS), setara dengan 7,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah Republik Indonesia (RI). (ANTARA/Rosa Panggabean)
Jakarta (ANTARA News) - Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa jumlah cadangan devisa Indonesia masih kuat untuk menjaga nilai tukar rupiah dari tekanan dampak krisis ekonomi di Eropa.
"Hitung-hitungan kita, jumlah cadangan devisa kita masih jauh dari cukup. Bukan karena cuma berada di atas 100 miliar dolar AS tetapi karena hitung-hitungan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri ataupun menghadapi kemungkinan reversal," kata Perry di Jakarta, Senin.
Nilai tukar rupiah sejak pekan lalu terus melemah dari posisi sebelumnya Rp8.550 per dolar AS menjadi Rp8.805 dolar AS per dolar pada Senin ini
Menurutnya dengan cadangan devisa yang pada pekan lalu mencapai 122 miliar dolar AS, BI akan bersiap untuk mengintervensi pasar uang dengan menjual dolar dan menggunakan rupiah hasil penjualan itu untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
"Kita akan jaga agar pergerakan nilai tukar rupiah tidak terlalu bergejolak sejalan dengan kondisi di negara-negara di kawasan, dan dalam kondisi ini wajar jika BI berada di pasar valas melakukan intervensi menjual dolar lalu rupiahnya kita belikan SBN," katanya.
Dijelaskannya, BI akan menjaga volatilitas rupiah disesuaikan dengan perkembangan mata uang asing di negara-negara di kawasan serta mempertimbangkan target-target moneter yang telah direncanakan BI sebelumnya.
Menurutnya, pelemahan nilai tukar rupiah ini diakibatkan krisis ekonomi di Eropa yang belum menemui jalan keluar sehingga investor asing mengkhawatirkan dampak dari kondisi itu dengan menarik investasinya di sejumlah negara termasuk Indonesia.
"Terjadi tekanan-tekanan di pasar uang terhadap rupiah juga semua mata uang negara lainnya dan ini akan terjadi sampai ada resolusi mengenai krisis di Eropa itu," katanya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan nilai tukar rupiah akan segera kembali menguat setelah tekanan terhadap rupiah mereda dengan berbagai kebijakan yang dilakukan BI.
Berbagai intervensi ke pasar keuangan yang dilakukan BI itu, lanjut Hartadi telah meningkatkan kembali kepercayaan investor sehingga tekanan terhadap nilai tukar berkurang dan akan kembali ke trend penguatannya dalam waktu dekat ini.
Dijelaskannya, gejolak di pasar keuangan pada pekan lalu dipicu oleh kekhawatiran oleh memburuknya penanganan krisis di Eropa yang memberikan tekanan pada keluarnya investor asing yang berjangka pendek untuk profit taking.
Sementara itu strategic investor memilih tetap bertahan karena prospek RI ke depan yang baik.
"Bahkan kami menandai masuknya beberapa strategic investor baru ke pasar keuangan Indonesia," kata Hartadi.
Ditambahlannya, cadangan devisa pada pekan lalu mengalami penurunan akibat operasi pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, maupun pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Cadangan devisa menurun lebih dari 2 miliar dolar AS dari 124,6 miliar dolar AS menjadi sekitar 122 miliar dolar AS."
(ANTARA)
"Hitung-hitungan kita, jumlah cadangan devisa kita masih jauh dari cukup. Bukan karena cuma berada di atas 100 miliar dolar AS tetapi karena hitung-hitungan kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri ataupun menghadapi kemungkinan reversal," kata Perry di Jakarta, Senin.
Nilai tukar rupiah sejak pekan lalu terus melemah dari posisi sebelumnya Rp8.550 per dolar AS menjadi Rp8.805 dolar AS per dolar pada Senin ini
Menurutnya dengan cadangan devisa yang pada pekan lalu mencapai 122 miliar dolar AS, BI akan bersiap untuk mengintervensi pasar uang dengan menjual dolar dan menggunakan rupiah hasil penjualan itu untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
"Kita akan jaga agar pergerakan nilai tukar rupiah tidak terlalu bergejolak sejalan dengan kondisi di negara-negara di kawasan, dan dalam kondisi ini wajar jika BI berada di pasar valas melakukan intervensi menjual dolar lalu rupiahnya kita belikan SBN," katanya.
Dijelaskannya, BI akan menjaga volatilitas rupiah disesuaikan dengan perkembangan mata uang asing di negara-negara di kawasan serta mempertimbangkan target-target moneter yang telah direncanakan BI sebelumnya.
Menurutnya, pelemahan nilai tukar rupiah ini diakibatkan krisis ekonomi di Eropa yang belum menemui jalan keluar sehingga investor asing mengkhawatirkan dampak dari kondisi itu dengan menarik investasinya di sejumlah negara termasuk Indonesia.
"Terjadi tekanan-tekanan di pasar uang terhadap rupiah juga semua mata uang negara lainnya dan ini akan terjadi sampai ada resolusi mengenai krisis di Eropa itu," katanya.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi A Sarwono mengatakan nilai tukar rupiah akan segera kembali menguat setelah tekanan terhadap rupiah mereda dengan berbagai kebijakan yang dilakukan BI.
Berbagai intervensi ke pasar keuangan yang dilakukan BI itu, lanjut Hartadi telah meningkatkan kembali kepercayaan investor sehingga tekanan terhadap nilai tukar berkurang dan akan kembali ke trend penguatannya dalam waktu dekat ini.
Dijelaskannya, gejolak di pasar keuangan pada pekan lalu dipicu oleh kekhawatiran oleh memburuknya penanganan krisis di Eropa yang memberikan tekanan pada keluarnya investor asing yang berjangka pendek untuk profit taking.
Sementara itu strategic investor memilih tetap bertahan karena prospek RI ke depan yang baik.
"Bahkan kami menandai masuknya beberapa strategic investor baru ke pasar keuangan Indonesia," kata Hartadi.
Ditambahlannya, cadangan devisa pada pekan lalu mengalami penurunan akibat operasi pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, maupun pembayaran utang luar negeri pemerintah.
"Cadangan devisa menurun lebih dari 2 miliar dolar AS dari 124,6 miliar dolar AS menjadi sekitar 122 miliar dolar AS."
(ANTARA)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011
Tags: