Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Malaysia mulai membahas pengiriman kembali TKI sektor pekerja domestik pasca-penandatanganan amandemen MoU penempatan dan perlindungan TKI sektor tersebut.

Pertemuan bilateral dilakukan kedua negara melalui forum Joint Task Force (JTF) atau satuan tugas gabungan untuk membahas persiapan-persiapan teknis dan pelaksanaan kesepakatan kedua negara dalam rangka penempatan kembali Tenaga Kerja Indonesia (TKI) domestic worker/penata laksana rumah tangga (PLRT) di Malaysia.

"Pertemuan bilateral dalam tim satgas gabungan ini bertujuan mengawal implementasi MoU dengan memberikan solusi nyata dan bantuan penyelesaian yang tepat terhadap berbagai permasalah yang muncul di lapangan," kata Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) Kemenakertrans Reyna Usman dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat.

Sebelumnya, MoU penempatan dan perlindungan TKI sektor domestik ditandatangani Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar dan Menteri Sumber Manusia Malaysia, Datuk DR. S Subramaniam pada 31 Mei 2011 di Bandung.

Reyna mengatakan satgas gabungan atau JTF melakukan pembahasan bersama mengenai sinkroniasi langkah-langkah persiapan penempatan kembali TKI Domestic Worker ke Malaysia.

"Pembahasan di JTF ini sangat bersifat teknis untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang muncul di kedua negara. Secara struktural, JTF ini berada dibawah Joint Working Group (JWG), sehingga JTF secara berkala kepada JWG," katanya.

Setelah beberapa kali melakukan pertemuan JTF, Reyna mengatakan kedua belah pihak telah mencapai beberapa kesepakatan penting yang mengakomodir dan menguntungkan kedua belah pihak.

"Intinya kedua belah pihak telah sepakat dalam skema penempatan yang telah diformulasikan bersama untuk memudahkan kedua belah pihak dalam melakukan fasilitasi penempatan, terutama peningkapan aspek perlindungan TKI di Malaysia," paparnya.

Kesepakatan lainnya adalah format baru perjanjian kerja yang memuat batasan gaji TKI, mekanisme pembayaran melalui perbankan, libur sehari dalam seminggu serta TKI berhak memegang pasport dan lain-lain.

"Perjanjian kerja ini harus di-endorse (disetujui dan disahkan) oleh perwakilan atau kedutaan masing-masing negara untuk memastikan TKI dan pengguna/majikannya mendapatkan hak dan kewajiban sesuai peraturan sehingga tidak ada pihak yang dirugikan," kata Reyna.

Kedua negara juga akan melakukan registrasi terhadap PPTKIS maupun agensi yang menempatkan TKI Ke Malaysia dan membuat surat perjanjian kesanggupan untuk memenuhi kewajibannya terhadap "cost structure" (biaya penempatan) dan kewajiban lainnya.

Sedangkan untuk "working permit" atau ijin kerja, Reyna menyebut hanya akan dikeluarkan pemerintah Malaysia bila calon TKI telah memiliki KTKLN.

Untuk memastikan calon TKI PLRT telah memenuhi persyaratan dan dokumen, kedua negara juga akan membentuk sistem informasi TKLN (SISKO TKLN) yang bisa diakses Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta untuk melakukan pengecekan bersama.

"Selain itu, kedua negara sepakat menerapkan law enforcement secara tegas terhadap agency/PPTKIS yang tidak melakukan penempatan TKI sesuai dengan kesepatakan amandemen MoU penempatan dan perlindungan TKI domestic worker di Malaysia," kata Reyna.

(A043/S026)