Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Perkumpulan Literasi Indonesia (PLI) Wien Muldian berharap pengelolaan perpustakaan daerah di tingkat kecamatan dapat mengadaptasi dan mengoptimalkan fungsi perpustakaan sebagai pusat komunitas, tidak hanya sebagai tempat menyimpan buku-buku.

"Saya berharap semua bisa memahami kebutuhan publik dan masyarakat hari ini. Jadi bukan cuma berpikir menyiapkan sebuah tempat untuk menaruh buku di rak, sesudah itu selesai dan tidak beda dengan sebuah kantor, bukan seperti itu," kata Wien saat ditemui ANTARA, Minggu (13/3).

Belum lama ini, Wien bersama sejumlah pegiat literasi lain mendirikan perpustakaan "Baca Di Tebet", Jakarta. Perpustakaan ini, kata Wien, juga membuka fungsi ruang temu yang dapat dimanfaatkan oleh banyak komunitas untuk mengadakan diskusi hingga workshop.

"Kami bangun tempat ini bukan hanya untuk merawat buku, tapi bagaimana kami merawat pengetahuan bersama-sama dan saling berbagi pengetahuan, itu yang kami niatkan," ujar Wien yang juga menjadi Ketua Dewan Perpustakaan Jakarta.

Baca juga: Perpusnas mutakhirkan data profil perpustakaan Indonesia

Oleh sebab itu, Wien berharap konsep perpustakaan sebagai pusat komunitas tersebut juga dapat ditiru hingga dimodifikasi oleh perpustakaan lain di Indonesia, termasuk perpustakaan tingkat daerah.

Menurutnya, salah satu permasalahan bidang literasi yang dihadapi saat ini adalah masih terbatasnya akses buku bacaan yang dapat diakses masyarakat di tingkat daerah.

Wien menilai bahwa keberadaan perpustakaan sekolah sebetulnya dapat dimanfaatkan untuk masyarakat sekitar sehingga akses ke jantung pengetahuan tidak hanya eksklusif milik sekolah tertentu saja.

"Misalnya, sekolah selesai jam 2 siang. Jam 2 siang sampai 6 sore itu bisa diakses oleh publik di sekitar sekolah. Sayang kan punya perpustakaan sekolah bagus-bagus tapi di jam sekolah saja, siswa yang ke perpustakaan pun cuma bisa sebentar karena sebagian besar harus mengikuti pembelajaran," katanya.

Lebih jauh, ia juga menyarankan pilihan lain agar pembangunan dan pengelolaan perpustakaan kecamatan dapat melibatkan kehadiran perpustakaan yang telah dimiliki sekolah-sekolah.

Wien mengatakan biaya yang dikeluarkan tidak murah apabila setiap sekolah di seluruh wilayah diwajibkan memiliki perpustakaan. Maka sebagai alternatif, ia menganjurkan agar perpustakaan kecamatan dapat menjadi pusat perpustakaan bagi seluruh sekolah yang ada di wilayah tersebut.

"Jadi sekolah-sekolah di satu kecamatan itu kalau mau memanfaatkan buku datang ke perpustakaan umum yang ada di kecamatan. Itu akan lebih ringan biaya untuk membeli buku atau segala macam, dan akhirnya buku-buku itu bisa diakses oleh sekian sekolah yang ada di satu kecamatan," ujarnya.

Baca juga: Perpusnas dorong perpustakaan terapkan SNI

Baca juga: "Perpustakaan" besar itu adalah Ismail Marzuki

Baca juga: Perpustakaan kampus dukung tercapainya tujuan pendidikan