Jakarta (ANTARA News) - Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Kemenhut, Darori, mengungkapkan volume perdagangan internasional produk tumbuhan dan satwa liar (TSL) 2011 berhasil ditekan sampai 10 persen dari tahun lalu.

Penurunan itu, kata Darori di Jakarta, Selasa, salah satunya karena upaya intensif pemerintah menggalang kerja sama dengan banyak pihak.

"Volume perdagangan TSL cukup turun signifikan, kita lakukan kerjasama dengan masyarakat dan LSM, sehingga bisa terpantau jika ada aktifitas ilegal itu," kata Darori.

Perdagangan TSL, kata dia, merugikan negara sampai lebih Rp100 miliar, sedangkan nilai perdagangan TSL internasional bisa mencapai 180 miliar dolar AS per tahun. Nilai yang cukup tinggi itu melampaui nilai perdagangan senjata dan narkoba.

Perdagangan TSL, lanjut Darori, juga mengurangi populasi TSL dan kerugian ekologi yang besar. "Kerugian perdagangan TSL ini tak bisa dihitung karena kerugian ekologi jauh lebih besar,`` kata Direktur Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Ditjen PHKA, Bambang Novianto.

Menurut Novianto, Kemenhut terus memantau aktifitas perdagangan TSL, termasuk perubahan modus operandi yang dilakukan pelaku kejahatan ekologi itu. "Kerjasama seperti dengan ASEAN-WEN ikut membantu meminimalisir perdagangan TSL," kata dia,

Darori juga mengatakan Kemenhut fokus melestarikan satwa terancam punah khususnya satwa endemik. "Biaya untuk konservasi dan pelestarian satwa yang dialokasikan APBN minim. Karena itu, partisipasi masyarakat dan swasta sangat diperlukan untuk menghindari kepunahan primata ini."

Untuk itu, Darori mengapresiasi Aspinall Foundation yang sudah berkomitmen melakukan pelestarian satwa primata endemik pulau Jawa itu dengan pembangunan Pusat rehabilitasi Satwa Primata Jawa (PRSPJ). "Semua dana disediakan Aspinall, pemerintah dengan bantuan Perum Perhutani hanya membantu memfasilitasi," katanya.

Darori menambahkan dengan pusat rehabilitasi ini diharapkan seluruh owa jawa, lutung dan surili yang saat ini masih dipelihara oleh masyarakat secara berangsur-angsur dapat direhabilitasi di PRSPJ dan dilepasliarkan kembali kehabitat alaminya.

Sedangkan untuk satwa-satwa yang tidak memungkinkan untuk dilepasliarkan diharapkan dapat dijadikan sebagai indukan untuk menghasilkan keturunan. Selain sebagai pusat rehabilitasi, PRSPJ ini juga diharapkan dapat berfungsi sebagai tempat penelitian dan pendidikan konservasi khususnya konservasi primata jawa bagi masyarakat luas.

Sebelumnya, Dirjen meresmikan Pusat Rehabilitasi Satwa Primata Jawa di Patuha Resort, Jawa Barat, untuk melestarikan satwa yang terancam punah, khususnya satwa endemik seperti primata dari pulau Jawa, yakni Owa Jawa, lutung, dan surili.

Country Director The Aspinall Foundation, Made Wedana, mengatakan pihaknya berkomitmen membantu penyelamatan satwa langka dan hampir punah di seluruh dunia. "Sebelum upaya rehabilitasi primata Jawa ini, Aspinall membantu pelestarian gorila di Afrika."

Kerja sama dengan Kemenhut selama 5 tahun mulai 2009 dan akan dievaluasi untuk dilanjutkan lima tahun berikutnya, kata Made. Target Aspinall bisa merehabilitasi primata Jawa untuk bisa dilepas kembali ke hutan, katanya.

Mengenai dana yang dikucurkan untuk PRSPJ ini, Made mengaku pihaknya tidak mematok angka. "Selama rehabilitasi dilakukan, Aspinall akan menggunakan dana yang memang sudah disiapkan. Sampai saat ini kami sudah mengeluarkan Rp2 miliar," katanya.

Made mendukung upaya Kemenhut melestarikan satwa primata yang hampir punah. Karenanya pusat rehabilitasi nantinya perlu dilengkapi dengan pembentukan wildlife crime unit guna melakukan investigasi dan penertiban terhadap pemilikan dan perdagangan illegal satwa-satwa dimaksud.

(T.A027/S006)