Indonesia gandeng makin erat Eropa dalam persenjataan
12 September 2011 12:09 WIB
HC-133, pesawat terbang pengamatan cuaca/badai Angkatan Udara Pengawal Nasional (National Guard Air Force) Amerika Serikat dalam misi patroli. HC-133 merupakan pesawat pengembangan mengambil basis CN-235 buatan IPTN (kini PT Dirgantara Indonesia) yang sesuai dengan standar maksimal spesifikasi militer Amerika Serikat. (2003.reports.eads.net)
Jakarta (ANTARA News) - Sekarang masanya aliansi dengan negara maju dalam bidang apa saja. Indonesia juga akan menempuh aliansi industri pertahanan itu dengan tiga negara Eropa anggota NATO, yaitu Spanyol, Jerman, dan Perancis.
Ketiga negara itu --sangat jelas-- bukan negara kemarin sore dalam rancang bangun persenjataan; mereka sudah ratusan tahun mengembangkan basis teknologi persenjataan masing-masing. Tidak ada istilah jalan pintas alias short cut.
Spanyol ternama soal persenjataan ringan dan pesawat terbang transport, Jerman soal persenjataan infantri, meriam, dan teknologi metalurgi dan material.
Mandiri adalah motto ringkas Perancis dalam pertahanan negaranya. Simak performansi senapan 5,56 milimeter F1 FAMAS, seri-seri Mirage dan C01 Rafale, hingga kapal induk serang kelas Mistral dan Ouragan. Ingat MM-40 Blok 3 Exocet? Itu buatan Perancis dan kita beli juga seri awalnya karena jauh lebih murah.
Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, di Jakarta, sesaat sebelum memulai kunjungannya ke Eropa, Senin, mengatakan kerja sama Indonesia secara bilateral dengan masing-masing ketiga negara itu telah lama terjalin.
"Namun, Indonesia ingin memantapkan kembali bentuk kerja sama itu kearah produksi dan pemasaran bersama sehingga dapat mendukung kemandirian industri pertahanan nasional," katanya.
Contohnya jelas, PT Dirgantara Indonesia telah menjalin kerja sama dengan CASA Spanyol yang kini bernama European Aeronatic Defense and Space Company (EADS), sebuah perusahaan dirgantara besar Eropa. Yang paling jelas adalah pembuatan NC-212 Aviocar (kini C-212 seri 200) dan CN-235.
Kini hal itu akan dikembangkan dalam pembuatan pesawat transportasi ringan C-295, yang dikembangkan dari basis CN-235 itu. Dengan sejumlah perkuatan struktur, mesin, dan sistem pendaratannya, maka C-295 bisa diubah menjadi pesawat peringatan dini dan dipasangi radome laiknya EC-3 Sentry atau Hawkeye.
"C-295 ini memiliki kapabilitas dan kapasitas melebihi CN-235. Nah... kita ingin jajaki kemungkinan produksi bersama, pemasaran bersama dan investasi bersama antara Indonesia dengan Spanyol, Jerman, Prancis yang terlibat dalam EADS," katanya.
Sjafrie mengemukakan pada kesepakatan awal PT DI memperoleh porsi 40 persen untuk kandungan setempat komponen pesawat tersebut. Ngomong-ngomong, PT DI sudah lama mendapat kontrat pengadaan komponen flap dan slat Airbus A-330 dari Airbus Industrie.
Artinya, kualitas buatan Indonesia itu diakui dunia namun pemerintah agaknya tidak mau memfokuskan pembangunan industri strategis yang berperan vital itu. Dengan begitu, para insinyur andal Indonesia tidak harus berkelana ke mana-mana sampai-sampai yang mengambil manfaat keahlian mereka adalah negara pesaing belaka. (R018)
Ketiga negara itu --sangat jelas-- bukan negara kemarin sore dalam rancang bangun persenjataan; mereka sudah ratusan tahun mengembangkan basis teknologi persenjataan masing-masing. Tidak ada istilah jalan pintas alias short cut.
Spanyol ternama soal persenjataan ringan dan pesawat terbang transport, Jerman soal persenjataan infantri, meriam, dan teknologi metalurgi dan material.
Mandiri adalah motto ringkas Perancis dalam pertahanan negaranya. Simak performansi senapan 5,56 milimeter F1 FAMAS, seri-seri Mirage dan C01 Rafale, hingga kapal induk serang kelas Mistral dan Ouragan. Ingat MM-40 Blok 3 Exocet? Itu buatan Perancis dan kita beli juga seri awalnya karena jauh lebih murah.
Wakil Menteri Pertahanan, Sjafrie Sjamsoeddin, di Jakarta, sesaat sebelum memulai kunjungannya ke Eropa, Senin, mengatakan kerja sama Indonesia secara bilateral dengan masing-masing ketiga negara itu telah lama terjalin.
"Namun, Indonesia ingin memantapkan kembali bentuk kerja sama itu kearah produksi dan pemasaran bersama sehingga dapat mendukung kemandirian industri pertahanan nasional," katanya.
Contohnya jelas, PT Dirgantara Indonesia telah menjalin kerja sama dengan CASA Spanyol yang kini bernama European Aeronatic Defense and Space Company (EADS), sebuah perusahaan dirgantara besar Eropa. Yang paling jelas adalah pembuatan NC-212 Aviocar (kini C-212 seri 200) dan CN-235.
Kini hal itu akan dikembangkan dalam pembuatan pesawat transportasi ringan C-295, yang dikembangkan dari basis CN-235 itu. Dengan sejumlah perkuatan struktur, mesin, dan sistem pendaratannya, maka C-295 bisa diubah menjadi pesawat peringatan dini dan dipasangi radome laiknya EC-3 Sentry atau Hawkeye.
"C-295 ini memiliki kapabilitas dan kapasitas melebihi CN-235. Nah... kita ingin jajaki kemungkinan produksi bersama, pemasaran bersama dan investasi bersama antara Indonesia dengan Spanyol, Jerman, Prancis yang terlibat dalam EADS," katanya.
Sjafrie mengemukakan pada kesepakatan awal PT DI memperoleh porsi 40 persen untuk kandungan setempat komponen pesawat tersebut. Ngomong-ngomong, PT DI sudah lama mendapat kontrat pengadaan komponen flap dan slat Airbus A-330 dari Airbus Industrie.
Artinya, kualitas buatan Indonesia itu diakui dunia namun pemerintah agaknya tidak mau memfokuskan pembangunan industri strategis yang berperan vital itu. Dengan begitu, para insinyur andal Indonesia tidak harus berkelana ke mana-mana sampai-sampai yang mengambil manfaat keahlian mereka adalah negara pesaing belaka. (R018)
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2011
Tags: