Menperin dorong CPO diolah jadi produk lebih bernilai tambah
10 Maret 2022 18:24 WIB
Arsip foto - Petugas menunjukkan biodiesel olahan kelapa sawit pameran dan konferensi kelapa sawit (ICEPO) di Jakarta, Rabu (6/5/2015). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/Rei/ama/aa.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendorong agar Crude Palm Oil (CPO) dapat diolah menjadi produk bernilai tambah di dalam negeri, karena memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.
“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, Indonesia harus bisa menghentikan ekspor minyak sawit mentah (CPO) agar komoditas tersebut dapat diolah menjadi produk turunan yang bernilai tambah tinggi,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.
Pihaknya bertekad terus melakukan pendalaman struktur industri manufaktur di Indonesia, salah satunya dipacu melalui kebijakan hilirisasi berbasis sektor primer.
“Selama ini hilirisasi bermanfaat dalam meningkatkan nilai tambah terhadap perekonomian nasional, di antaranya peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan industri manufaktur di dalam negeri,” sebut Menperin.
Menurutnya, dengan ketersediaan sumber daya alam yang berlimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara eksportir berbagai produk berbasis agro, mineral, migas, dan batu bara.
“Di sektor industri agro misalnya, Indonesia berhasil melakukan hilirisasi CPO,” ujar Menperin Agus.
Baca juga: Kemenperin jaga produktivitas industri minyak goreng sawit
Dalam kurun 10 tahun porsi ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat signifikan dari 20 persen pada 2010 menjadi 80 persen pada 2020, sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010.
Bahkan saat ini terdapat 168 jenis produk hilir CPO yang diproduksi industri di dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel fatty acid methyl ester (FAME). Sementara pada tahun 2011 hanya ada 54 jenis produk hilir CPO.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengemukakan selama ini industri pengolahan sawit merupakan salah satu sektor unggulan yang menopang perekonomian nasional.
Kinerja ini dibuktikan antara lain melalui kontribusinya sebesar 17,6 persen terhadap total ekspor nonmigas pada tahun 2021.
“Pada tahun 2020, nilai ekspor produk sawit sebesar 19,89 miliar dolar AS, dan pada tahun 2021 nilai ekspor produk sawit naik sebesar 56,63 persen dari tahun 2020,” ungkapnya.
Baca juga: Presiden Jokowi: Suatu titik nanti setop yang namanya ekspor CPO
Selain itu industri pengolahan sawit merupakan sektor padat karya, yang telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 4,2 juta orang dan pekerja tidak langsung hingga 12 juta orang.
“Peran penting lainnya, industri sawit juga turut menciptakan kemandirian energi melalui biodiesel sehingga menghemat devisa dan berdampak positif terhadap lingkungan,” kata Putu.
Program mandatori biodiesel ini juga konsisten dijalankan karena berdampak positif bagi perekonomian. Sepanjang tahun 2021 Program B30 bermanfaat pada pengurangan impor BBM Diesel sebesar 9,02 juta kiloliter, yang berarti menghemat devisa sekitar 4,54 miliar dolar AS atau Rp64,45 triliun. Kemudian Program B30 mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 24,4 juta ton setara CO2.
Putu menambahkan hilirisasi industri berbasis kelapa sawit merupakan salah satu cerita sukses kebijakan pemerintah sejak 2007.
Iindustri kelapa sawit dan turunannya merupakan investasi yang bersifat highly capital intensive dan berorientasi teknologi tinggi. Oleh karena itu, kata dia, ketersediaan dan kemudahan akses bahan baku CPO menjadi pertimbangan utama untuk menentukan penanaman modal di sektor itu.
“Begitu juga pelaksanaan peraturan pemerintah yang berlaku di sektor industri ini. Para pelaku usaha industri akan senantiasa menjalankan dan mematuhi seluruh aturan untuk menjaga keberlangsungan industri pengolahan kelapa sawit,” jelas Putu.
Baca juga: Mendag imbau industri bantu pemerintah kendalikan harga minyak goreng
“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, Indonesia harus bisa menghentikan ekspor minyak sawit mentah (CPO) agar komoditas tersebut dapat diolah menjadi produk turunan yang bernilai tambah tinggi,” kata Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita lewat keterangannya di Jakarta, Kamis.
Pihaknya bertekad terus melakukan pendalaman struktur industri manufaktur di Indonesia, salah satunya dipacu melalui kebijakan hilirisasi berbasis sektor primer.
“Selama ini hilirisasi bermanfaat dalam meningkatkan nilai tambah terhadap perekonomian nasional, di antaranya peningkatan investasi, penyerapan tenaga kerja, dan pertumbuhan industri manufaktur di dalam negeri,” sebut Menperin.
Menurutnya, dengan ketersediaan sumber daya alam yang berlimpah, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara eksportir berbagai produk berbasis agro, mineral, migas, dan batu bara.
“Di sektor industri agro misalnya, Indonesia berhasil melakukan hilirisasi CPO,” ujar Menperin Agus.
Baca juga: Kemenperin jaga produktivitas industri minyak goreng sawit
Dalam kurun 10 tahun porsi ekspor produk turunan kelapa sawit meningkat signifikan dari 20 persen pada 2010 menjadi 80 persen pada 2020, sesuai target peta jalan pengembangan industri hilir sawit yang diatur melalui Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2010.
Bahkan saat ini terdapat 168 jenis produk hilir CPO yang diproduksi industri di dalam dalam negeri untuk keperluan pangan, fitofarmaka/nutrisi, bahan kimia/oleokimia, hingga bahan bakar terbarukan/biodiesel fatty acid methyl ester (FAME). Sementara pada tahun 2011 hanya ada 54 jenis produk hilir CPO.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Putu Juli Ardika mengemukakan selama ini industri pengolahan sawit merupakan salah satu sektor unggulan yang menopang perekonomian nasional.
Kinerja ini dibuktikan antara lain melalui kontribusinya sebesar 17,6 persen terhadap total ekspor nonmigas pada tahun 2021.
“Pada tahun 2020, nilai ekspor produk sawit sebesar 19,89 miliar dolar AS, dan pada tahun 2021 nilai ekspor produk sawit naik sebesar 56,63 persen dari tahun 2020,” ungkapnya.
Baca juga: Presiden Jokowi: Suatu titik nanti setop yang namanya ekspor CPO
Selain itu industri pengolahan sawit merupakan sektor padat karya, yang telah menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 4,2 juta orang dan pekerja tidak langsung hingga 12 juta orang.
“Peran penting lainnya, industri sawit juga turut menciptakan kemandirian energi melalui biodiesel sehingga menghemat devisa dan berdampak positif terhadap lingkungan,” kata Putu.
Program mandatori biodiesel ini juga konsisten dijalankan karena berdampak positif bagi perekonomian. Sepanjang tahun 2021 Program B30 bermanfaat pada pengurangan impor BBM Diesel sebesar 9,02 juta kiloliter, yang berarti menghemat devisa sekitar 4,54 miliar dolar AS atau Rp64,45 triliun. Kemudian Program B30 mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sekitar 24,4 juta ton setara CO2.
Putu menambahkan hilirisasi industri berbasis kelapa sawit merupakan salah satu cerita sukses kebijakan pemerintah sejak 2007.
Iindustri kelapa sawit dan turunannya merupakan investasi yang bersifat highly capital intensive dan berorientasi teknologi tinggi. Oleh karena itu, kata dia, ketersediaan dan kemudahan akses bahan baku CPO menjadi pertimbangan utama untuk menentukan penanaman modal di sektor itu.
“Begitu juga pelaksanaan peraturan pemerintah yang berlaku di sektor industri ini. Para pelaku usaha industri akan senantiasa menjalankan dan mematuhi seluruh aturan untuk menjaga keberlangsungan industri pengolahan kelapa sawit,” jelas Putu.
Baca juga: Mendag imbau industri bantu pemerintah kendalikan harga minyak goreng
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: