Jakarta (ANTARA) - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Rabu (9/3) menandatangani sebuah perintah eksekutif yang meminta seluruh jajaran pemerintah agar menelaah risiko dan manfaat dari mata uang kripto serta mendesak riset dan potensi pengembangan dolar AS digital.
"Aset digital, termasuk mata uang kripto, mencatatkan pertumbuhan pesat dalam beberapa tahun terakhir, menembus kapitalisasi pasar 3 triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp14.371) pada November tahun lalu," ungkap Gedung Putih dalam sebuah lembar fakta.
Dokumen tersebut menyebutkan bahwa sekitar 16 persen warga Amerika dewasa, atau kurang lebih 40 juta orang, telah menginvestasikan, memperdagangkan, atau menggunakan mata uang kripto.
"Kenaikan aset digital menciptakan peluang untuk mengukuhkan kepemimpinan Amerika dalam sistem keuangan global maupun di garis depan teknologi, tetapi juga memiliki implikasi substansial untuk perlindungan konsumen, stabilitas keuangan, keamanan nasional, serta risiko iklim," papar Gedung Putih.
Perintah eksekutif tersebut memaparkan kebijakan nasional untuk aset digital di enam prioritas utama, yakni perlindungan konsumen dan investor, stabilitas keuangan, keuangan ilegal, kepemimpinan AS dalam sistem keuangan global dan daya saing ekonomi, inklusi keuangan, serta inovasi yang bertanggung jawab, menurut Gedung Putih.
Sementara itu, perintah tersebut menginstruksikan pemerintah AS untuk menilai kebutuhan kapasitas dan infrastruktur teknologi untuk kemungkinan pendirian Bank Sentral Mata Uang Digital (Central Bank Digital Currency/CBDC) AS, serta mendorong Federal Reserve (The Fed) melanjutkan upaya riset, pengembangan, dan penilaiannya untuk CBDC AS.
"Kami sedang menempatkan urgensi tertinggi pada upaya untuk menilai potensi manfaat dan risiko dolar digital pada sistem pembayaran, stabilitas keuangan, keamanan nasional," kata seorang pejabat pemerintahan senior pada Selasa (8/3) melalui sambungan telepon dengan wartawan.
"Kami terus menilai dan memantau perkembangan apa pun terkait tujuan kebijakan inti kami, yakni mempertahankan sentralitas dolar dalam pasar keuangan global maupun dalam ekonomi global," lanjutnya.
Lebih dari 100 negara saat ini sedang menjajaki atau merintis bank sentral mata uang digital, baik untuk penggunaan lintas perbatasan maupun penggunaan domestik, dan banyak di antara negara-negara tersebut juga bekerja sama untuk menetapkan standar desain CBDC dan sistem lintas perbatasan, urai Gedung Putih.
"Saya rasa mayoritas negara pada akhirnya akan memiliki bank sentral mata uang digital," kata Tobias Adrian, direktur dan penasihat keuangan Departemen Pasar Modal dan Moneter di Dana Moneter Internasional (IMF), kepada Xinhua dalam sebuah wawancara pada Januari.
"Melihat dokumen Federal Reserve, mereka tidak akan terburu-buru pada apa pun, mereka benar-benar ingin memikirkan dengan hati-hati terkait desain bank sentral mata uang digital," tutur Adrian. "Saya berharap bank sentral itu pada akhirnya akan terbentuk, tetapi mungkin tidak dalam waktu dekat."
The Fed pada Januari lalu merilis sebuah dokumen diskusi yang menguji pro dan kontra dari kemungkinan pendirian CBDC AS, tetapi dokumen tersebut tidak mendukung hasil kebijakan apa pun.
"Kami berharap dapat terlibat dengan publik, perwakilan terpilih, serta berbagai pemangku kepentingan saat kami menguji sisi positif dan negatif dari sebuah bank sentral mata uang digital di AS," kata Gubernur The Fed Jerome Powell.
Presiden AS teken perintah eksekutif dorong riset mata uang kripto
10 Maret 2022 17:30 WIB
Seorang wanita membeli Bitcoin di Bitcoin Change di Tel Aviv, Israel, pada 8 Januari 2018. (Xinhua/Gil Cohen Magen)
Pewarta: Xinhua
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2022
Tags: