BKKBN: RI sedang hadapi peluang sekaligus tantangan bonus demografi
10 Maret 2022 16:11 WIB
Tangkapan layar Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN Safrina Salim (kiri) dalam webinar Kesehatan Reproduksi di Era Milenial yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (10/3/2022). (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengatakan Indonesia kini sedang menghadapi peluang sekaligus tantangan bonus demografi pada waktu yang bersamaan.
“Indonesia saat ini sedang menghadapi peluang dan tantangan bonus demografi,” Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN, Safrina Salim dalam webinar Kesehatan Reproduksi di Era Milenial yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Safrina menuturkan Indonesia memiliki peluang untuk memetik bonus demografi karena usia produktif 15 sampai 64 tahun, akan lebih besar dibandingkan usia non-produktif di usia 65 tahun ke atas dengan proporsi lebih dari 60 persen dari total penduduk Indonesia.
Baca juga: Bonus demografi jadi salah satu tantangan bagi ekonomi digital
Data Sensus Penduduk Tahun 2020 juga menunjukkan sekitar 27,94 persen dari usia produktif tersebut merupakan generasi muda yang ada di masa kini.
“Untuk merebut bonus demografi pastinya apabila remaja saat ini sebagai penduduk usia produktif, yang berkualitas, tidak mempunyai kesiapan dan tidak berkualitas, akan menjadi beban negara ataupun bencana dalam menghadapi bonus demografi,” kata Safrina.
Menurut Safrina, para remaja memiliki peran untuk menghindari perilaku-perilaku berisiko, seperti seks bebas atau mengikuti perkawinan usia anak. Para remaja juga harus bertanggung jawab atas kesehatan reproduksinya agar bonus demografi dapat diraih.
Setiap remaja juga memiliki tanggung jawab untuk menyusun dan merencanakan kehidupan berkeluarga di masa depan. Karena hal tersebut berhubungan erat dengan kesehatan ibu dan bayi, termasuk mencegah bayi lahir stunting (kekerdilan).
Guna memetik bonus demografi, Safrina meminta agar setiap remaja mengedukasi diri mengenai kesehatan reproduksi agar terhindar dari berbagai penyimpangan dan memperbanyak pendidikan seks agar tidak berhubungan seksual sebelum menikah.
“Remaja sebagai calon pasangan usia subur perlu disiapkan secara matang dan diberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sejak dini. Sehingga nantinya dapat menjalankan fungsi reproduksi dengan baik, membentuk keluarga serta melahirkan generasi yang sehat dan cerdas,” kata dia.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina mengatakan berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2020 proporsi penduduk usia produktif naik menjadi 70,72 persen. Naik tajam dari tahun 1970 yang sebesar 53,39 persen. Artinya, negara sudah masuk pada era bonus demografi.
Walaupun demikian, negara juga menghadapi tantangan karena proporsi penduduk lanjut usia (lansia) terus mengalami peningkatan. Angka itu kini naik menjadi 5,95 persen, sedangkan pada tahun 1970 proporsi lansia dengan usia lebih dari 65 tahun sebesar 2,49 persen.
Baca juga: Bonus demografi dan revolusi industri jadi tantangan pekerja Indonesia
Baca juga: Perlu fokus capai bonus demografi yang hanya terjadi sebentar
Demikian dengan proporsi penduduk umur 0-14 tahun yang turun dari 44,12 persen di tahun 1970, pada tahun 2020 menjadi 23,33 persen.
Eni mengatakan negara harus belajar dari negara seperti Jepang dan Singapura yang memiliki masalah tingginya usia hidup para lansia. Negara harus membantu lansia untuk hidup produktif dan mandiri agar tidak menjadi beban bagi generasi penerus di masa depan.
“Kita harus bisa mengantisipasi hal ini karena kita belajar dari negara-negara lain yang usia harapan hidupnya sudah tinggi. Jangan sampai ketika usia di atas 60 tahun, jadi beban bagi generasi di bawah kita,” kata Eni.
“Indonesia saat ini sedang menghadapi peluang dan tantangan bonus demografi,” Direktur Bina Kesehatan Reproduksi BKKBN, Safrina Salim dalam webinar Kesehatan Reproduksi di Era Milenial yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.
Safrina menuturkan Indonesia memiliki peluang untuk memetik bonus demografi karena usia produktif 15 sampai 64 tahun, akan lebih besar dibandingkan usia non-produktif di usia 65 tahun ke atas dengan proporsi lebih dari 60 persen dari total penduduk Indonesia.
Baca juga: Bonus demografi jadi salah satu tantangan bagi ekonomi digital
Data Sensus Penduduk Tahun 2020 juga menunjukkan sekitar 27,94 persen dari usia produktif tersebut merupakan generasi muda yang ada di masa kini.
“Untuk merebut bonus demografi pastinya apabila remaja saat ini sebagai penduduk usia produktif, yang berkualitas, tidak mempunyai kesiapan dan tidak berkualitas, akan menjadi beban negara ataupun bencana dalam menghadapi bonus demografi,” kata Safrina.
Menurut Safrina, para remaja memiliki peran untuk menghindari perilaku-perilaku berisiko, seperti seks bebas atau mengikuti perkawinan usia anak. Para remaja juga harus bertanggung jawab atas kesehatan reproduksinya agar bonus demografi dapat diraih.
Setiap remaja juga memiliki tanggung jawab untuk menyusun dan merencanakan kehidupan berkeluarga di masa depan. Karena hal tersebut berhubungan erat dengan kesehatan ibu dan bayi, termasuk mencegah bayi lahir stunting (kekerdilan).
Guna memetik bonus demografi, Safrina meminta agar setiap remaja mengedukasi diri mengenai kesehatan reproduksi agar terhindar dari berbagai penyimpangan dan memperbanyak pendidikan seks agar tidak berhubungan seksual sebelum menikah.
“Remaja sebagai calon pasangan usia subur perlu disiapkan secara matang dan diberikan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi sejak dini. Sehingga nantinya dapat menjalankan fungsi reproduksi dengan baik, membentuk keluarga serta melahirkan generasi yang sehat dan cerdas,” kata dia.
Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina mengatakan berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2020 proporsi penduduk usia produktif naik menjadi 70,72 persen. Naik tajam dari tahun 1970 yang sebesar 53,39 persen. Artinya, negara sudah masuk pada era bonus demografi.
Walaupun demikian, negara juga menghadapi tantangan karena proporsi penduduk lanjut usia (lansia) terus mengalami peningkatan. Angka itu kini naik menjadi 5,95 persen, sedangkan pada tahun 1970 proporsi lansia dengan usia lebih dari 65 tahun sebesar 2,49 persen.
Baca juga: Bonus demografi dan revolusi industri jadi tantangan pekerja Indonesia
Baca juga: Perlu fokus capai bonus demografi yang hanya terjadi sebentar
Demikian dengan proporsi penduduk umur 0-14 tahun yang turun dari 44,12 persen di tahun 1970, pada tahun 2020 menjadi 23,33 persen.
Eni mengatakan negara harus belajar dari negara seperti Jepang dan Singapura yang memiliki masalah tingginya usia hidup para lansia. Negara harus membantu lansia untuk hidup produktif dan mandiri agar tidak menjadi beban bagi generasi penerus di masa depan.
“Kita harus bisa mengantisipasi hal ini karena kita belajar dari negara-negara lain yang usia harapan hidupnya sudah tinggi. Jangan sampai ketika usia di atas 60 tahun, jadi beban bagi generasi di bawah kita,” kata Eni.
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: