Eks pegawai KPK harap hakim PTUN kabulkan gugatan
10 Maret 2022 11:50 WIB
Uji Keabsahan Pansus Angket KPK Ketua Wadah Pegawai KPK Harun Al Rasyid (kiri) bersama Pengurus Wadah Karyawan KPK Yadyn (kanan) dan Lakso Anindito (tengah) mengajukan pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review) di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (13/7/2017). Karyawan KPK mengajukan berkas tersebut untuk menguji keabsahan Pansus Angket KPK. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Jakarta (ANTARA) - Mantan pegawai KPK berharap majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dapat mengabulkan gugatan terkait dengan rekomendasi Komnas HAM dan Ombudsman RI yang tidak dilaksanakan.
"Hari ini, Kamis, 10 Maret 2022, perwakilan eks pegawai KPK menghadiri sidang perdana gugatan PTUN dengan agenda pemeriksaan persiapan. Kami berharap bahwa permohonan kami dapat diterima dan diputuskan dengan seadil-adilnya," kata Sekretaris Jenderal Indonesia Memanggil 57+ Institute Lakso Anindito di Jakarta, Kamis.
Sidang dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB di PTUN Jakarta.
Sebanyak 49 orang eks pegawai KPK yang diberhentikan melalui asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) mengajukan gugatan pada tanggal 1 Maret 2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan nomor perkara 46/G/TF/2022/PTUN.JKT dan 47/G/TF/2022/PTUN.JKT.
Gugatan itu ditujukan kepada Presiden RI, pimpinan KPK, dan Kepala BKN dengan objek gugatan perbuatan melawan hukum atas tidak dilaksanakannya rekomendasi Komnas HAM tertanggal 16 Agustus 2021 dan Rekomendasi Ombudsman RI tertanggal 15 September 2021.
Gugatan didaftarkan atas nama Ita Khoiriyah dkk.
Baca juga: KPK hormati gugatan mantan pegawai ke PTUN terkait TWK
Baca juga: Komisi III DPR sambut baik mantan pegawai KPK dilantik jadi ASN Polri
Penggugat juga meminta agar majelis hakim PTUN menghukum para tergugat untuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman dan rekomendasi Komnas HAM, merehabilitasi nama baik para penggugat, serta menghukum Tergugat I yaitu pimpinan KPK untuk membayar semua kerugian para penggugat sejak pemberhentian dari pegawai KPK sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap.
"Seperti yang diketahui bersama bahwa pelaksanaan alih status pegawai melalui asesmen TWK telah merugikan para penggugat dan berlawanan dengan prinsip fundamental dalam pemberantasan korupsi, yaitu ketaatan pada asas, aturan hukum, objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas," ungkap Lakso.
Hal tersebut, menurut Lakso, berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM yang menemukan 11 pelanggaran HAM dan penyelidikan Ombudsman RI yang menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum serta malaadministrasi.
"KPK sebagai lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi harus memastikan bahwa nilai-nilai dan prinsip ketaatan pada asas, aturan hukum, objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas digunakan dalam urusan sekecil apa pun di KPK," ujar Lakso.
Hanya dengan begitu, menurut dia, independensi, transparansi, dan keberlanjutan pemberantasan korupsi dapat terus terjaga.
"Sudah sepatutnya pula KPK menjadi contoh bagi praktik birokrasi berintegritas dan profesional," ungkap Lakso.
Para mantan pegawai KPK itu juga telah menempuh upaya administratif berupa keberatan dan banding keberatan atas perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan asesmen twk dalam rangka peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
"Namun, upaya tersebut tidak pernah mendapat tanggapan yang wajar dan layak selama mengupayakan penyelesaian permasalahan pelaksanaan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM," kata Lakso.
Baca juga: Lemkapi: Pengangkatan 44 eks karyawan KPK jadi ASN punya landasan kuat
Baca juga: Rasamala Aritonang pilih tak bergabung dengan Polri
Selama proses hukum, eks pegawai KPK didampingi oleh kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, LBH Muhammadiyah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW), Visi Law Office, serta para tokoh nasional, seperti Asfinawati, Busro Muqqodas, dan Saor Siagian.
Terhadap gugatan tersebut, KPK menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan merupakan hak bagi setiap warga negara.
"Proses ini telah dilandasi dasar hukum yang sah dan legal, yakni UU Nomor 19 tahun 2019 yang mengamanatkan bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara. Adapun pengalihannya juga didasarkan pada PP No. 41 Tahun 2020 dan Perkom 1 Tahun 2021," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Ali menyebut dalam proses TWK, KPK melibatkan institusi-institusi yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam pengalihan ASN, bahkan sudah sesuai dengan Putusan MK Nomor 34/PUU-XIX/2021.
"Hari ini, Kamis, 10 Maret 2022, perwakilan eks pegawai KPK menghadiri sidang perdana gugatan PTUN dengan agenda pemeriksaan persiapan. Kami berharap bahwa permohonan kami dapat diterima dan diputuskan dengan seadil-adilnya," kata Sekretaris Jenderal Indonesia Memanggil 57+ Institute Lakso Anindito di Jakarta, Kamis.
Sidang dijadwalkan pada pukul 10.00 WIB di PTUN Jakarta.
Sebanyak 49 orang eks pegawai KPK yang diberhentikan melalui asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK) mengajukan gugatan pada tanggal 1 Maret 2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dengan nomor perkara 46/G/TF/2022/PTUN.JKT dan 47/G/TF/2022/PTUN.JKT.
Gugatan itu ditujukan kepada Presiden RI, pimpinan KPK, dan Kepala BKN dengan objek gugatan perbuatan melawan hukum atas tidak dilaksanakannya rekomendasi Komnas HAM tertanggal 16 Agustus 2021 dan Rekomendasi Ombudsman RI tertanggal 15 September 2021.
Gugatan didaftarkan atas nama Ita Khoiriyah dkk.
Baca juga: KPK hormati gugatan mantan pegawai ke PTUN terkait TWK
Baca juga: Komisi III DPR sambut baik mantan pegawai KPK dilantik jadi ASN Polri
Penggugat juga meminta agar majelis hakim PTUN menghukum para tergugat untuk melaksanakan rekomendasi Ombudsman dan rekomendasi Komnas HAM, merehabilitasi nama baik para penggugat, serta menghukum Tergugat I yaitu pimpinan KPK untuk membayar semua kerugian para penggugat sejak pemberhentian dari pegawai KPK sampai dengan putusan berkekuatan hukum tetap.
"Seperti yang diketahui bersama bahwa pelaksanaan alih status pegawai melalui asesmen TWK telah merugikan para penggugat dan berlawanan dengan prinsip fundamental dalam pemberantasan korupsi, yaitu ketaatan pada asas, aturan hukum, objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas," ungkap Lakso.
Hal tersebut, menurut Lakso, berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM yang menemukan 11 pelanggaran HAM dan penyelidikan Ombudsman RI yang menyimpulkan adanya perbuatan melawan hukum serta malaadministrasi.
"KPK sebagai lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi harus memastikan bahwa nilai-nilai dan prinsip ketaatan pada asas, aturan hukum, objektivitas, transparansi, dan akuntabilitas digunakan dalam urusan sekecil apa pun di KPK," ujar Lakso.
Hanya dengan begitu, menurut dia, independensi, transparansi, dan keberlanjutan pemberantasan korupsi dapat terus terjaga.
"Sudah sepatutnya pula KPK menjadi contoh bagi praktik birokrasi berintegritas dan profesional," ungkap Lakso.
Para mantan pegawai KPK itu juga telah menempuh upaya administratif berupa keberatan dan banding keberatan atas perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan asesmen twk dalam rangka peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara.
"Namun, upaya tersebut tidak pernah mendapat tanggapan yang wajar dan layak selama mengupayakan penyelesaian permasalahan pelaksanaan rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM," kata Lakso.
Baca juga: Lemkapi: Pengangkatan 44 eks karyawan KPK jadi ASN punya landasan kuat
Baca juga: Rasamala Aritonang pilih tak bergabung dengan Polri
Selama proses hukum, eks pegawai KPK didampingi oleh kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), AMAR Law Firm & Public Interest Law Office, LBH Muhammadiyah, dan Indonesia Corruption Watch (ICW), Visi Law Office, serta para tokoh nasional, seperti Asfinawati, Busro Muqqodas, dan Saor Siagian.
Terhadap gugatan tersebut, KPK menghormati proses hukum yang sedang berlangsung dan merupakan hak bagi setiap warga negara.
"Proses ini telah dilandasi dasar hukum yang sah dan legal, yakni UU Nomor 19 tahun 2019 yang mengamanatkan bahwa pegawai KPK adalah aparatur sipil negara. Adapun pengalihannya juga didasarkan pada PP No. 41 Tahun 2020 dan Perkom 1 Tahun 2021," kata Plt. Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Ali menyebut dalam proses TWK, KPK melibatkan institusi-institusi yang memiliki kewenangan dan kompetensi dalam pengalihan ASN, bahkan sudah sesuai dengan Putusan MK Nomor 34/PUU-XIX/2021.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: