Jakarta (ANTARA) - PT Kereta Api Indonesia (Persero) mengajak semua pihak untuk meningkatkan keselamatan perjalanan kereta api khususnya di perlintasan sebidang kereta.

“KAI mengajak para pengguna jalan, pemerintah, dan penegak hukum untuk bersama-sama menjaga keselamatan di perlintasan sebidang kereta api, sehingga kejadian kecelakaan di perlintasan sebidang tidak terus berulang,” kata VP Public Relations KAI Joni Martinus dalam keterangannya yang dipantau di Jakarta, Kamis.

Joni mengatakan KAI menyesalkan kembali terjadinya kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang antara Stasiun Lamongan dan Surabaya, pada Rabu (9/3).
Kecelakaan tersebut melibatkan dua unit truk dan Kereta Api Ekonomi Lokal rute Cepu-Surabaya Pasarturi yang mengakibatkan lokomotif rusak parah dan seorang masinis terluka.

Ia mengimbau kepada seluruh pengguna jalan untuk mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui perlintasan sebidang. Hal tersebut sesuai UU 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada pasal 114 UU ini disebutkan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.

“Kendaraan yang akan melintas harus berhenti terlebih dahulu di rambu tanda STOP perlintasan sebidang. Tengok kiri kanan, apabila yakin tidak ada kereta api yang akan melintas, baru bisa melalui perlintasan sebidang tersebut," ujarnya.

Ia mengatakan jika terjadi kemacetan, pengguna jalan raya juga harus berhenti sebelum rel dan tidak mengantre di atas rel. Setelah yakin kendaraan di depannya telah melintasi perlintasan sebidang dan terdapat jarak yang aman, maka pengguna jalan raya bisa melintas di perlintasan tersebut.

KAI juga mengajak pemerintah dapat meningkatkan keselamatan perjalanan di perlintasan sebidang sesuai kewenangannya. Pada jalur-jalur yang padat kendaraan, pemerintah diharapkan dapat membuat flyover atau underpass sehingga tidak ada perpotongan jalur kereta api dengan jalan raya. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 Pasal 5 dan 6 bahwa pemerintah pusat atau daerah melakukan evaluasi paling sedikit 1 tahun sekali pada perlintasan sebidang sesuai kelas jalannya.

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, maka dapat dilakukan rekomendasi berupa peningkatan perlintasan sebidang menjadi perlintasan tidak sebidang seperti flyover atau underspass, penutupan perlintasan sebidang atau peningkatan keselamatan perlintasan sebidang.

Akibat kecelakaan di perlintasan sebidang, KAI telah mengalami kerugian berupa kerusakan lokomotif dari kerusakan ringan hingga berat.

Joni menyebutkan pada 2020 telah terjadi 208 kerusakan lokomotif akibat tertabrak motor, mobil, dan truk. Jumlahnya meningkat 2,4 persen di 2021 menjadi 213 kerusakan. Sementara di tahun 2022 sampai dengan awal Maret, jumlahnya telah mencapai 36 kerusakan.

Selain menyebabkan kerusakan, kelambatan perjalanan KA juga terjadi karena KAI harus melakukan penanganan seperti sterilisasi jalur, pemeriksaan sarana, hingga penggantian sarana.

Jumlah kelambatannya mencapai 3.982 menit di 2020, 4.554 menit di 2021, dan 711 menit sampai dengan awal Maret 2022 akibat gangguan yang dialami.

“Yang paling berbahaya, pelanggaran lalu lintas di perlintasan sebidang dapat mengancam keselamatan masinis, asisten masinis, dan tentunya para penumpang kereta api. Perjalanan kereta api seharusnya didahulukan oleh pengguna jalan raya karena kereta api tidak dapat berhenti secara mendadak,” katanya.

Untuk mengatasi kasus kecelakaan lalu lintas di perlintasan sebidang, KAI juga berharap dukungan dari penegak hukum sehingga masyarakat dapat lebih disiplin dalam berlalu lintas.

Sesuai UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) pasal 296 tertulis bahwa Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada perlintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).

“Keselamatan di perlintasan sebidang dapat tercipta jika seluruh unsur masyarakat pengguna jalan dan pemerintah dapat bersama-sama peduli. Diharapkan kepedulian seluruh stakeholder ini mampu menciptakan keselamatan di perlintasan sebidang,” pungkas Joni.

Baca juga: KAI diminta tutup perlintasan sebidang tak terjaga
Baca juga: Kemenhub: 80 persen perlintasan sebidang kereta api tidak dijaga
Baca juga: Menteri PUPR komitmen hilangkan perlintasan sebidang secara bertahap