Polri: Layanan STNK wajib BPJS masih berproses
10 Maret 2022 08:12 WIB
Ilustrasi - Seorang warga memperlihatkan SIM saat program SIM Keliling Semeru di Alun-alun Pasirian, Lumajang, Jawa Timur, Rabu (12/1/2022). ANTARA FOTO/Seno/foc/am.
Jakarta (ANTARA) - Kasubdit STNK Korlantas Polri Kombes Pol. Taslim Choirudin mengatakan bahwa Polri belum menerapkan layanan registrasi dan identifikasi (regident) kendaraan bermotor adalah peserta aktif BPJS karena masih berproses.
"Bukan mengulur, melainkan menjalankan proses," kata Taslim saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis pagi.
Taslim menjelaskan bahwa perubahan layanan kepolisian bagi peserta aktif BPJS itu merupakan kebijakan pemerintah. Menjalankan birokrasi pemerintah adalah sebuah kegiatan manajerial. Ketika layanan tersebut sebuah manajerial, proses atau prosedur tidak boleh ditinggalkan.
"Jika itu ditinggalkan, potensi terjadinya pelanggaran hukum menjadi terbuka. Berbeda dengan kepemimpinan yang berorientasi pada hasil. Maka, manajerial harus berorientasi pada proses atau prosedur," katanya menerangkan.
Lebih lanjut Taslim mengatakan bahwa pimpinan Polri mendukung sepenuhnya atas apa yang menjadi kebijakan pemerintah, khususnya dalam kapasitas sebagai bagian dari aparatur pemerintah.
Sebagai bagian dari aparatur pemerintah, lanjut Taslim, Polri tidak hanya memosisikan diri sebagai penjaga keamanan yang menjamin iklim kondusif dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) sebagai salah satu prasyarat pembangunan nasional, tetapi juga sebagai dinamisator.
"Polri secara aktif mendorong seluruh komponen masyarakat dinamis dalam berproduksi atau menghasilkan produk-produk yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat atau agar tercapai tujuan berbangsa dan bernegara," katanya.
Adapun proses yang harus dilalui Polri untuk terapkan kebijakan tersebut, kata dia, pertama adalah merevisi regulasi terkait dengan taktis dan teknis pelaksanaan fungsi regident kendaraan bermotor, yaitu Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Regident Kendaraan Bermotor.
Kedua, lanjut dia, berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membuat kebijakan dan membangun standar operasional prosedur (SOP). Hal ini karena ada keterkaitan pelayanan STNK dengan kewajiban pembayaran pajak dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ) oleh Bapenda dan PT Jasa Raharja.
"Jangan sampai masyarakat yang sudah punya iktikad baik membayar pajak akhirnya dirugikan (kena denda) oleh karena belum memenuhi syarat kewajiban ikut serta dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," kata Taslim.
Ketiga adalah integrasi sistem dengan BPJS. Terkait hal ini, Taslim menyebutkan selama ini Polri sudah berupaya maksimal dengan berbagai cara termasuk membangun sistem untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pemilik kendaraan dan/atau wajib pajak.
Menurut Taslim, setelah tiga langkah di atas telah, Polri masih butuh waktu untuk sosialisasi kepada masyarakat.
Disebutkan pula empat proses tahapan di atas sudah dikomunikasikan dan minta dimaklumi kepada para pihak. Polri tidak ingin dengan adanya tambahan syarat kartu BPJS aktif justru menjadi kontraproduktif atas kepercayaan dan kredibilitas Polri di tengah masyarakat.
"Sekali lagi saya katakan Polri tidak mengulur, tetapi kami menjalankan tahapan proses," kata Taslim.
Pemerintah memberlakukan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai syarat untuk mengakses berbagai layanan publik melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tertanggal 6 Januari 2022. Layanan publik itu meliputi bidang ekonomi, pendidikan, dan ibadah serta hukum.
Pemerintah menargetkan 98 persen penduduk menjadi peserta JKN dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024.
Baca juga: Kemenkumham belum atur regulasi BPJS Kesehatan syarat pengajuan paspor
Baca juga: BPJS Kesehatan: Cakupan peserta JKN di DKI lebih cepat dari target
"Bukan mengulur, melainkan menjalankan proses," kata Taslim saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis pagi.
Taslim menjelaskan bahwa perubahan layanan kepolisian bagi peserta aktif BPJS itu merupakan kebijakan pemerintah. Menjalankan birokrasi pemerintah adalah sebuah kegiatan manajerial. Ketika layanan tersebut sebuah manajerial, proses atau prosedur tidak boleh ditinggalkan.
"Jika itu ditinggalkan, potensi terjadinya pelanggaran hukum menjadi terbuka. Berbeda dengan kepemimpinan yang berorientasi pada hasil. Maka, manajerial harus berorientasi pada proses atau prosedur," katanya menerangkan.
Lebih lanjut Taslim mengatakan bahwa pimpinan Polri mendukung sepenuhnya atas apa yang menjadi kebijakan pemerintah, khususnya dalam kapasitas sebagai bagian dari aparatur pemerintah.
Sebagai bagian dari aparatur pemerintah, lanjut Taslim, Polri tidak hanya memosisikan diri sebagai penjaga keamanan yang menjamin iklim kondusif dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) sebagai salah satu prasyarat pembangunan nasional, tetapi juga sebagai dinamisator.
"Polri secara aktif mendorong seluruh komponen masyarakat dinamis dalam berproduksi atau menghasilkan produk-produk yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat atau agar tercapai tujuan berbangsa dan bernegara," katanya.
Adapun proses yang harus dilalui Polri untuk terapkan kebijakan tersebut, kata dia, pertama adalah merevisi regulasi terkait dengan taktis dan teknis pelaksanaan fungsi regident kendaraan bermotor, yaitu Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2021 tentang Regident Kendaraan Bermotor.
Kedua, lanjut dia, berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk membuat kebijakan dan membangun standar operasional prosedur (SOP). Hal ini karena ada keterkaitan pelayanan STNK dengan kewajiban pembayaran pajak dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan (SWDKLLJ) oleh Bapenda dan PT Jasa Raharja.
"Jangan sampai masyarakat yang sudah punya iktikad baik membayar pajak akhirnya dirugikan (kena denda) oleh karena belum memenuhi syarat kewajiban ikut serta dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," kata Taslim.
Ketiga adalah integrasi sistem dengan BPJS. Terkait hal ini, Taslim menyebutkan selama ini Polri sudah berupaya maksimal dengan berbagai cara termasuk membangun sistem untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat pemilik kendaraan dan/atau wajib pajak.
Menurut Taslim, setelah tiga langkah di atas telah, Polri masih butuh waktu untuk sosialisasi kepada masyarakat.
Disebutkan pula empat proses tahapan di atas sudah dikomunikasikan dan minta dimaklumi kepada para pihak. Polri tidak ingin dengan adanya tambahan syarat kartu BPJS aktif justru menjadi kontraproduktif atas kepercayaan dan kredibilitas Polri di tengah masyarakat.
"Sekali lagi saya katakan Polri tidak mengulur, tetapi kami menjalankan tahapan proses," kata Taslim.
Pemerintah memberlakukan kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai syarat untuk mengakses berbagai layanan publik melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2022 tertanggal 6 Januari 2022. Layanan publik itu meliputi bidang ekonomi, pendidikan, dan ibadah serta hukum.
Pemerintah menargetkan 98 persen penduduk menjadi peserta JKN dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024.
Baca juga: Kemenkumham belum atur regulasi BPJS Kesehatan syarat pengajuan paspor
Baca juga: BPJS Kesehatan: Cakupan peserta JKN di DKI lebih cepat dari target
Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2022
Tags: