Anggota DPD dukung penambahan alat deteksi dini tsunami di Bali
9 Maret 2022 22:04 WIB
Tangkapan layar - Anggota DPD Made Mangku Pastika beserta para narasumber dalam acara penyerapan aspirasi di Denpasar, Rabu (9/3/2022). ANTARA/Ni Luh Rhismawati.
Denpasar (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Made Mangku Pastika mendukung adanya penambahan alat deteksi tsunami di Bali untuk kesiapsiagaan daerah setempat menghadapi kemungkinan ancaman bencana dan penyelamatan jiwa manusia.
"Kesiapsiagaan ini juga bisa 'dijual' untuk lebih meyakinkan orang asing datang ke Bali, karena mereka tentu perlu bukti," kata Pastika dalam agenda penyerapan aspirasi untuk mencari masukan terkait UU No 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan selama ini Bali sudah menjadi contoh dalam kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana, termasuk kerja sama dan kolaborasi yang sudah sangat baik dengan lembaga lain yang terkait.
Sembilan alat deteksi tsunami di Bali yang sudah terpasang sebelumnya mayoritas ditempatkan di pesisir pantai di daerah pariwisata. "Kalau bisa setiap tahun ditambah 10 saja alat deteksi tsunami, itu sudah bagus," ujarnya.
Baca juga: Kemenhub pasang 100 alat deteksi gempa dan tsunami tahun ini
Ia mengatakan usulan bisa disampaikan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Mantan Kapolda Bali itu mengingatkan agar pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap alat-alat deteksi bencana dilakukan secara rutin. Selain itu, perlu dilakukan pelatihan-pelatihan semacam gladi lapang dan gladi posko.
"Perencanaan jangan berhenti sebatas di dokumen, tetapi tidak dilatihkan. Karena kalau tidak dicoba, kita tidak akan tahu efektif atau tidak rencana yang dibuat," ucapnya.
Dari pemaparan yang disampaikan para narasumber dan praktik yang sudah dilaksanakan pihak terkait dalam penanggulangan bencana di Bali, Pastika menilai UU No 31 Tahun 2009 masih cukup efektif dalam mengakomodasi berbagai kepentingan.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Bali I Gusti Ali Tresna Budhi mengatakan Bali termasuk daerah dengan risiko bencana "multi hazard".
"Yang paling banyak itu bencana hidrometeorologi, seperti banjir, angin kencang, tanah longsor. Kami sudah bersinergi dengan berbagai pihak untuk mendiseminasikan peringatan dini bencana," ujarnya.
Terkait dengan alat deteksi atau peringatan dini tsunami, Trena Budhi mengatakan baru terpasang di sembilan titik. Idealnya ada di semua desa zona tsunami yang jumlahnya ada 153 desa.
"Kami terus berupaya memperjuangkan agar ada anggaran untuk menambah alat peringatan dini tsunami. Kita memiliki banyak pesisir, sehingga alat ini penting," ucapnya.
Dalam menghadapi ancaman bencana, juga telah terbentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana dengan unsur pentahelix, juga sudah terbentuk 80 desa tangguh bencana, membentuk satuan pendidikan aman bencana, serta sertifikasi kesiapsiagaan aman bencana pada dunia usaha.
Baca juga: Bali berdayakan masyarakat adat bangun kesiapsiagaan bencana
Baca juga: BMKG pasang WRS generasi terbaru di 315 lokasi seluruh Indonesia
Koordinator data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar Nyoman Gde Wiryajaya mengatakan informasi yang dihasilkan pihaknya telah didiseminasikan melalui berbagai media.
Pihaknya juga mengedukasi masyarakat dalam hal kesiapsiagaan menghadapi bencana hingga informasi soal gas rumah kaca. Selain itu, juga telah dibentuk sekolah lapang iklim, sekolah lapang gempa bumi, sekolah lapang cuaca dan nelayan.
Wiryajaya menambahkan terkait dengan posisi Bali yang masuk sebagai daerah dengan risiko bencana "multi hazard" disebabkan posisi Bali yang memiliki gunung vulkanik masih aktif, memiliki potensi gempa megathrust dan sering menjadi daerah pertemuan siklon.
"Kesiapsiagaan ini juga bisa 'dijual' untuk lebih meyakinkan orang asing datang ke Bali, karena mereka tentu perlu bukti," kata Pastika dalam agenda penyerapan aspirasi untuk mencari masukan terkait UU No 31 Tahun 2009 tentang Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika di Denpasar, Rabu.
Ia mengatakan selama ini Bali sudah menjadi contoh dalam kesiapsiagaan menghadapi ancaman bencana, termasuk kerja sama dan kolaborasi yang sudah sangat baik dengan lembaga lain yang terkait.
Sembilan alat deteksi tsunami di Bali yang sudah terpasang sebelumnya mayoritas ditempatkan di pesisir pantai di daerah pariwisata. "Kalau bisa setiap tahun ditambah 10 saja alat deteksi tsunami, itu sudah bagus," ujarnya.
Baca juga: Kemenhub pasang 100 alat deteksi gempa dan tsunami tahun ini
Ia mengatakan usulan bisa disampaikan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Mantan Kapolda Bali itu mengingatkan agar pemeriksaan dan pemeliharaan terhadap alat-alat deteksi bencana dilakukan secara rutin. Selain itu, perlu dilakukan pelatihan-pelatihan semacam gladi lapang dan gladi posko.
"Perencanaan jangan berhenti sebatas di dokumen, tetapi tidak dilatihkan. Karena kalau tidak dicoba, kita tidak akan tahu efektif atau tidak rencana yang dibuat," ucapnya.
Dari pemaparan yang disampaikan para narasumber dan praktik yang sudah dilaksanakan pihak terkait dalam penanggulangan bencana di Bali, Pastika menilai UU No 31 Tahun 2009 masih cukup efektif dalam mengakomodasi berbagai kepentingan.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Provinsi Bali I Gusti Ali Tresna Budhi mengatakan Bali termasuk daerah dengan risiko bencana "multi hazard".
"Yang paling banyak itu bencana hidrometeorologi, seperti banjir, angin kencang, tanah longsor. Kami sudah bersinergi dengan berbagai pihak untuk mendiseminasikan peringatan dini bencana," ujarnya.
Terkait dengan alat deteksi atau peringatan dini tsunami, Trena Budhi mengatakan baru terpasang di sembilan titik. Idealnya ada di semua desa zona tsunami yang jumlahnya ada 153 desa.
"Kami terus berupaya memperjuangkan agar ada anggaran untuk menambah alat peringatan dini tsunami. Kita memiliki banyak pesisir, sehingga alat ini penting," ucapnya.
Dalam menghadapi ancaman bencana, juga telah terbentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana dengan unsur pentahelix, juga sudah terbentuk 80 desa tangguh bencana, membentuk satuan pendidikan aman bencana, serta sertifikasi kesiapsiagaan aman bencana pada dunia usaha.
Baca juga: Bali berdayakan masyarakat adat bangun kesiapsiagaan bencana
Baca juga: BMKG pasang WRS generasi terbaru di 315 lokasi seluruh Indonesia
Koordinator data dan Informasi BMKG Wilayah III Denpasar Nyoman Gde Wiryajaya mengatakan informasi yang dihasilkan pihaknya telah didiseminasikan melalui berbagai media.
Pihaknya juga mengedukasi masyarakat dalam hal kesiapsiagaan menghadapi bencana hingga informasi soal gas rumah kaca. Selain itu, juga telah dibentuk sekolah lapang iklim, sekolah lapang gempa bumi, sekolah lapang cuaca dan nelayan.
Wiryajaya menambahkan terkait dengan posisi Bali yang masuk sebagai daerah dengan risiko bencana "multi hazard" disebabkan posisi Bali yang memiliki gunung vulkanik masih aktif, memiliki potensi gempa megathrust dan sering menjadi daerah pertemuan siklon.
Pewarta: Ni Luh Rhismawati
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2022
Tags: