Jakarta (ANTARA) - Dari kandang enclosure mereka di Zoo Negara dekat Kuala Lumpur, Malaysia, tampak mata dua individu harimau malaya yang tajam memperhatikan dengan waspada para pengunjung yang mengamati mereka.

Wira (yang juga berarti "pahlawan") dan Hebat adalah bintang di antara delapan harimau malaya yang memiliki naman latin Panthera tigris tigris itu di kebun binatang tersebut.

Satwa liar dan terkenal garang itu lahir di kebun binatang tersebut, dan hampir dapat dipastikan bakal menghabiskan seluruh sisa hidup mereka di dalam kandang enclosure buatan manusia, karena habitat alami di sekitar mereka terus menyusut.

Petugas kebun binatang Mohd Effendi Radzuan dan Safuan Sulaiman merawat Wira dan Hebat sejak harimau bersaudara itu lahir tiga tahun lalu.

"Awalnya saya takut karena bagaimanapun juga mereka adalah harimau. Harimau yang ganas. Namun, setelah merawat mereka, ternyata mereka tidak begitu ganas. Jika kami tidak takut dengan mereka, mereka juga menerima kami," kata Effendi kepada Xinhua.

"Kami tidak mengganggu mereka atau menakut-nakuti mereka. Jika kami bersikap lembut dengan mereka, mereka juga bersikap lembut dengan kami," ujar dia.

Safuan sangat bangga dengan pekerjaannya. Dirinya sangat menyadari bahwa hewan itu, simbol nasional yang ditampilkan pada lambang negara, menghadapi masa depan yang suram. "(Merawat) harimau itu menantang. Ini adalah sebuah petualangan".

"Saya sedih mengetahui mereka akan segera punah. Simbol nasional kita, kebanggaan nasional kita terancam terlupakan," ujar dia.

Harimau malaya dulunya tersebar di wilayah Thailand Selatan, Malaysia dan Singapura. Namun, penggundulan hutan dan perburuan liar menyebabkan harimau malaya terancam punah, dengan kurang dari 150 ekor tersisa di alam liar saat ini.

Presiden Ecotourism and Conservation Society Malaysia Andrew Sebastian mengatakan kepada Xinhua bahwa upaya konservasi yang serius harus ditingkatkan jika ingin harimau itu dapat memiliki kesempatan untuk bertahan hidup. Pemerintah federal dan negara bagian di Malaysia perlu strategi baru dan harus menyadari nilai pelestarian ekosistem negara tersebut.

"Harimau sayangnya telah menjadi simbol betapa buruknya kita mengelola diri kita sendiri dalam hal melindungi ekosistem kita, dan kita perlu mengambil tindakan untuk membalikkan tren itu. Belum terlambat untuk harimau malaya," katanya, seraya menambahkan hilangnya habitat merupakan ancaman terbesar bagi kucing besar itu dan kondisi tersebut harus diubah.

"Untuk pemerintah negara bagian, mereka harus menghentikan atau menghapus secara bertahap penebangan pohon, terutama di hutan yang belum tersentuh manusia, dan bekerja sama dengan pemerintah federal untuk mendapatkan kompensasi karena telah menjaga hutan mereka tetap utuh. Jalan lainnya adalah berinvestasi dalam ekowisata, perjalanan berkonsep berkelanjutan (sustainable), dan praktik pertanian yang lebih baik," ujar dia.

Pada Januari lalu, Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob mengatakan dalam pertemuan pertama satuan tugas konservasi harimau nasional bahwa pemerintah Malaysia serius tentang masalah ini. Pertemuan tersebut menyetujui rencana 10 tahun yang menyatukan departemen pelestarian satwa liar, polisi, angkatan bersenjata, dan masyarakat adat untuk bekerja sama.

Presiden Asosiasi Perlindungan Warisan Alam Malaysia Shariffa Sabrina Syed Akil meyakini bahwa otoritas federal perlu mengambil kendali atas hutan.

"Melihat bagaimana kondisi saat ini, nasib harimau malaya akan berakhir sama seperti badak sumatera," katanya.

"Harus ada kemauan politik untuk memastikan perlindungan hutan kita. Kami yakin ini tidak akan terwujud kecuali pengelolaan hutan dipindahkan dari kontrol negara bagian ke federal," kata Shariffa.

"Harimau malaya adalah hewan nasional kita. Itu ada di lambang negara kita, tim sepak bola nasional kita, mobil nasional kita. Harimau ada di hati dan pikiran kita dan kita harus menemukan keberanian untuk berupaya maksimal guna memperjuangkan kelangsungan hidup mereka, agar generasi mendatang bisa melihatnya di kehidupan nyata, bukan hanya di foto saja," ujar dia.