PBB, New York (ANTARA News/Reuters) - Pemimpin sementara Libya telah menolak pendapat mengenai penggelaran semacam pengamat atau pasukan militer internasional, kata utusan khusus PBB megnenai perencanaan pasca-konflik bagi Libya, Selasa (30/8).

"Kami kira sekarang pengamat militer takkan diminta oleh pemimpin (sementara Libya)," kata utusan Ian Martin kepada wartawan setelah menghadiri pertemuan tertutup Dewan Keamanan (DK) PBB.

"Sangat jelas bahwa pemerintah Libya ingin menghindari sejenis penggelaran militer PBB atau yang lain," katanya.

Selasa pagi, Mustafa Abdel Jalil, pemimpin Dewan Peralihan Nasional (NTC), mengatakan Libya tak memerlukan bantuan luar untuk memelihara keamanan.

Namun, Martin mengatakan PBB menduga NTC akan meminta bantuannya untuk membentuk satuan polisi, demikian laporan Reuters, yang dipantau ANTARA di Jakarta, Rabu pagi.

"Mereka sangat terarik pada bantuan untuk menata dan mengendalikan keamanan masyarakat serta secara bertahap mengembangkan pasukan keamanan masyarakat yang secara demokratis dapat diandalkan," kata Martin.

Konflik Libya belum berakhir.

Kendati pasukan yang selam enam bulan berjuang untuk menggulingkan penguasa Muamar Gaddafi kini menguasai sebagian besar negeri tersebut, pasukan Gaddafi masih mengendalikan beberapa kota kecil Libya, bahkan sekalipun pemimpin mereka telah bersembunyi dan sebagian besar anggota keluarganya telah meninggalkan negeri itu.

Istri Gaddafi, Safia, putrinya --Aisha, putranya Hannibal dan Mohamed, yang disertai anak-anak mereka memasuki Aljazair pada Senin, pukul 08:45, melalui perbatasan Libya-Aljazair, kata komunike Kementerian Luar Negeri Aljazair yang dikutip kantor berita APS.

Ketika Kementerian Luar Negeri Aljazair mengumumkan kedatangan keluarga Gaddafi, Menteri Kehakiman kelompok gerilyawan tersebut Mohammed Al-Allagya mengatakan kepada AFP pemerintah Aljazair akan diminta mengembalikan mereka ke Libya.

Putri Gaddafi bahkan melahirkan bayi perempuran di Aljazair, Selasa (30/8), saat Aljier menyatakan negara tersebut memutuskan untuk menerima istri dan tiga anak pemimpin Libya itu "semata-mata karena alasan kemanusiaan".

(Uu.C003)