Singapura (ANTARA) - Harga minyak berbalik mengiat atau rebound di perdagangan Asia pada Jumat pagi, karena gangguan ekspor minyak Rusia akibat sanksi Barat melebihi prospek lebih banyak pasokan Iran dari kemungkinan kesepakatan nuklir.
Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Mei melonjak hingga setinggi 114,23 dolar AS per barel dan menguat 3,26 dolar AS atau 3,0 persen menjadi diperdagangkan di 113,72 dolar AS per barel pada pukul 01.21 GMT. Kontrak turun 2,2 persen pada Kamis (3/3/2022).
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk pengiriman April terangkat 4,15 dolar AS atau 3,9 persen, menjadi diperdagangkan di 111,82 dolar AS per barel setelah menyentuh level tertinggi 112,84 dolar AS di awal sesi. Kontrak turun 2,6 persen di sesi sebelumnya.
Pasar global tenggelam sementara harga minyak naik di tengah tanda-tanda eskalasi konflik Rusia-Ukraina setelah dilaporkan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir Ukraina, yang terbesar di Eropa, terbakar setelah serangan oleh pasukan Rusia.
Harga minyak naik di tengah kekhawatiran bahwa sanksi Barat terhadap Rusia atas konflik Ukraina akan mengganggu pengiriman dari Rusia, yang merupakan pengekspor minyak mentah dan produk minyak terbesar di dunia. Aktivitas perdagangan minyak mentah Rusia sudah tampak membeku karena pembeli ragu-ragu melakukan pembelian karena sanksi.
Baca juga: Harga minyak jatuh 2 persen, pembicaraan AS-Iran bakal angkat pasokan
“Kenaikan harga terkait dengan gangguan aktual dan yang dirasakan terhadap ekspor minyak Rusia seharusnya lebih dari mengimbangi penurunan harga dari potensi pasokan minyak mentah Iran yang lebih banyak,” kata Analis Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar.
Harga berayun dalam kisaran 10 dolar AS pada Kamis (3/3/2022) tetapi menetap lebih rendah untuk pertama kalinya dalam empat sesi karena investor fokus pada kebangkitan kembali kesepakatan nuklir Iran yang diharapkan dapat meningkatkan ekspor minyak Iran dan mengurangi pasokan global yang ketat.
Harga minyak akan membukukan kenaikan mingguan terkuat sejak pertengahan 2020, dengan WTI naik lebih dari 22 persen dan Brent naik 16 persen setelah mencapai level tertinggi dalam satu dekade minggu ini.
Dhar dari Commonwealth Bank memperkirakan Brent mencapai rata-rata 110 dolar AS per barel pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini. Namun, “risikonya adalah harga naik di atas perkiraan kami dalam jangka pendek. Bahkan masuk akal bahwa perdagangan berjangka Brent mencapai setinggi 150 dolar AS," katanya.
Baca juga: Rubel Rusia jatuh ke terendah baru, dipicu peringkatnya yang anjlok
Baca juga: Harga emas naik 13,6 dolar, dipicu krisis Ukraina dan naiknya inflasi
Harga minyak "rebound" di Asia, dipicu gangguan ekspor minyak Rusia
4 Maret 2022 09:22 WIB
Illustrasi - Fasilitas pengolahan minyak Rusia di Siberian Utara, Kota Krasnoyarsk. ANTARA/REUTERS/Sergei Karpukhin/am.
Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2022
Tags: